Sabtu, 10 Oktober 2015

ILMU PENDIDIKAN ISLAM PEMBAHSAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM


PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

PENDAHULUAN

Peserta Didik merupakan komponen dalam sistem Pendidikan Islam. Peserta didik merupakan bahan mentah dalam proses transformasi sehingga disebut dengan pendidikan. Agar seorang pendidik berhasil dalam proses pendidikan maka ia harus memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya.

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Pengertian Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam

Peserta didik merupakan komponen dalam sistem pendidikan islam. Peserta didik merupakan “ raw material” (bahan mentah) dalam proses transformasi sehingga disebut dengan pendidikan.  Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara psikis maupun secara fisik, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang memerlukan bimbingan dari pendidik.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur dan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Syamsul nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik yaitu:

Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri
Peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu
Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

“Jadi peserta didik adalah setiap orang yang berusaha mengembangkan dirinya dalam jenjang pendidikan dan mempunyai beberapa kriteria diantaranya adalah mempunyaia potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan, memiliki daya fisik, daya nurani dan nafsu”.

Tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik harus mengetahui ciri-ciri dari peserta didik tersebut yaitu:

kelemahan dan ketak berdayaannya
berkemauan keras untuk berkembang
ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan).

“ Sebagai seorang pendidik kita harus mengetahui apa ciri-ciri yang dimiliki anak didik kita, agar kita tidak salah dalam mendidik anak didik.  ”

Didalam proses pendidikan seorang peserta didik disamping sebagai objek juga sebagai subjek. oleh karena itu agar seorang pendidik itu berhasil dalam proses pendidikan, maka ia harus memahami peserta didik dengan segala karakteriknya. Diantara aspek yang harus dipenuhi oleh pendidik  yaitu:
Kebutuhannya.
Dimensinya.
Intelegensinya.
Kepribadiannya.

“Jadi, untuk menjalankan tugasnya, pendidik harus memahami segala karakeristik peserta didiknya, agar peserta didik berhasil dalam proses pendidikan”.

Kebutuhan Dan Dimensi Peserta Didik

Al-qussy membagi pula kebutuhan manusia dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makanan, minum, dan lain- lain sebagainya.
Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniah

Kemudian banyak lagi terdapat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pendidik yaitunya:
Kebutuhan fisik
Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang cepat terutama pada masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum dan istirahat, dimana hal ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya. Fisik seorang didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.
Proses pertumbuhan fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan :
peserta didik pada usia 0 – 7 tahun, pada masa ini peserta didik masih mengalami masa kanak-kanak
Peserta didik pada usia 7 – 14 tahun, pada usia ini biasanya peserta didik tengah mengalami masa sekolah yang didukung dengan peraihan pendidikan formal
Peserta didik pada 14 – 21 tahun, pada masa ini peserta didik mulai mengalami masa pubertas yang akan membawa kepada kedewasaan.

Pada masa perkembangan ini lah seorang pendidik perlu memperhatikan perubahan dan perkembangan seorang didik. Karena pada usia ini seorang peserta didik mengalami masa yang penuh dengan pengalaman (terutama pada masa pubertas) yang secara tidak langsung akan membentuk kepribadian peserta didik itu sendiri.
Disamping memberikan memperhatikan hal tersebut, seorang pendidik harus selalu memberikan bimbingan, arahan, serta dapat menuntun peserta didik kepada arah kedewasaan yang pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik yang dapat mempertanggungjawabkan tentang ketentuan yang telah ia tentukan dalam perjalanan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.

Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat, lingkungan, seperti diterima oleh teman- temannya secara wajar.

Kebutuhan untuk mendapatkan status
Peserta didik terutama pada masa remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya untuk berguna bagi masyarakat. Kebanggaan terhadap diri sendiri, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Kebutuhan mandiri
Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan- batasan atau aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri. Ia ingin bebas dari perlakuan orang tuanya yang terkadang terlalu berlebihan dan terkesan sering mencampuri urusan mereka yang menurut mereka bisa diatasi sendiri.

Kebutuhan untuk berprestasi
Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan mendapat status dan mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan untuk memiliki status atau penghargaandan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik giat untuk mengejar prestasi.

Kebutuhan untuk disayangi dan dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial, karena dengan kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap mental peserta didik.

Kebutuhan untuk curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan untuk dipahami ide- ide dan permasalan yang dihadapinya. Peserta didik mengharapkan apa yang dialami, dirasakan terutama dalam masa pubertas.

Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang kebenaran dan nilai- nilai ideal. Mereka mempunyai keiginan untuk mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan kebahagiaan itu diperoleh, karena itu mereka membutuhkan pengetahuan- pengetahuan yang jelas sebagai suatu filsafat hidup yang memuaskan yang sesuia dengan nilai- nilai kemanusiaan, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.

“Jadi, kebutuhan-kebutuhan peserta didik diatas harus diperhatikannoleh setiap pendidik, sehingga peserta didik atau siswa dapat tumbuh dan berkembang mencapai kematangan psikis dan fisik”.

Dimensi peserta didik

Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di masa yang akan datang (kedewasaan).

Dimensi- dimensi peserta didik ada dua macam yaitunya:
Dimensi fisik ( jasmani )
Menurut Widodo Supriyono manusia merupakan makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya. Widodo Supriyono, dalam bukunya yang berjudul Filsafat manusia dalam Islam, secara garis besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam bukunya ia menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab), dapat berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat, atau mengambil pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania dengan membawa fitrah.

Dimensi akal
Al- ishfahami, membagi akal manusia kepada dua macam yaitunya:
Aql al- mathhu yaitu akal marepakan pancaran dari Allah sebagai fitrah illahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi, namun demikian akal ini tidak akan berkembang dengan baik secara optimal, bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya aql al- masmu’.
Aql al- masmu’ yaitu akal yang merupakan kemampuan yang menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan proses penginderaan, secara bebas.
Dimensi Keagamaan
Manusia adalah makhluk yang berkebutuhan atau disebut dengan homodivinus ( makhluk yang percaya adanya tuhan ).

Dimensi akhlak
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan islam adalah ahklak. Dalam islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama.
Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yaitu keridhoan dari Allah SWT. Akhlak dalam islam memiliki tujuh ciri, yaitu :
Bersifat menyeluruh atau universal
Menghargai tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi
Bersifat sederhana atau tidak berlebih-lebihan
Realistis, sesuai dengan akal dan kemampuan manusia
Kemudahan, manusia tidak diberi beban yang melebihi kemampuannya
Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan, perbuatan, teori, dan praktek
Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prisnsip akhlak umum.

Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan tujuan untuk membentuk manusia yang bermoral baik, berkemauan keras, bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Namun perlu disadari bahwasannya pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari adanya pengalaman pada diri peserta didik.

Dimensi rohani ( dimensi kejiwaan )
Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting yang memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar hidup sehat, tentram, dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah allah meniup ruh ciptaannya.

Dimensi seni
Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat pada diri manusia. Sehingga senia dalam diri manusia harus lah dikembangkan. seni dalam diri manusia merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Namun tujuan utama seni pada diri manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan menajalankan fungsi kekhalifahannya serta mendapatkan kebahagiaan spiritual yang menjadi rahmat bagi sebagian alam dan keridhoan Allah SWT.
Dalam agama islam Allah telah menghadirkan dimensi seni ini didalam Al-Qur’an. Kitab suci Al-qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia nan indah. Hal ini karena A-lqur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk memberikan kebijakan dan pengetahuan kepada seluruh semesta Alam. Sehingga kesastraan yang terdapat di dalam Al-Qur’an benar-benar menunjukkan kehadiran Illahi didalam mu’jizat yang bersifat universal ini. Allah SWT berfirman :
       
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan (QS. An-nahl : 6)

Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia. Semakin tinggi iman yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat merasakan keindahan akan segala sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.

Dimensi sosial
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Didalam islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum.

“Jadi, peserta didik membutuhkan dimensi-dimensi atau media yang berguna untuk membentuk kepribadian, sikap, dan kedewasaannya. Diantaranya dimensi fisik, akal, keagamaan, akhlak, rohani, seni dan sosial”.

Sifat- Sifat Dan Kode Etik Peserta Didik

Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan islam, peserta didik  hendaknya memiliki dan menanamkan sifat- sifat yang baik dalam diri dan kepribadiannya.

Imam Algazali sebagaimana dikutip fatahiya hasan sulaiman merumuskan sifat- sifat yang patut dan harus dimiliki peserta didik yaitu:
Belajar dengan niat ibadah dalam rangka  taqarrub ila Allah.
Mengurangi kecendrungan pada kehidupan duniawi dibanding ukhrawi atau sebaliknya.
Bersikap tawadduk ( rendah hati)
Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu hukum maupun agama.
Belajar secara bertahap dengan memulai pelajaran yang mudah (konkrit) menuju pelajaran yang sulit( abstrak )
Mempelajari suatu ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya.
Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat, memhagiakan, mensejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia dan akhirat, baik untuk dirinya maupun manusia pada umumnya.

Kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Al gazali merumuskan pokok kode etik peserta didik yaitu:

Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
Mengurangi kecendrungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
Bersifat tawadu’ dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
Peserta didik harus tunduk pada nasehat pendidik.
Mengenal ilmu pragmatis yaitu ilmu yang bermanfaat
Mengenal nilai- nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Belajar ilmu sampai tuntas kemudian beralih pada ilmu yang lainnya.

Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilikinya, yaitu:
Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.

Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :
Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.

“Jadi, peserta didik harus menjalankan kode etik dan etika peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung, supaya dia dapat belajar dengan baik dan mendapatkan keridhaan dari Allah SWT”.

PENUTUP

Kesimpulan

Peserta didik merupakan komponen dalam sistem pendidikan islam. Peserta didik merupakan bahan mentah dalam proses transformasi sehingga disebut dengan pendidikan.  Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara psikis maupun secara fisik, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang memerlukan bimbingan dari pendidik.
Al-qussy membagi pula kebutuhan manusia dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makanan, minum, dan lain- lain sebagainya.
Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniah
Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di masa yang akan datang (kedewasaan).
Kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Saran

Dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai pemakalah meminta kritik dan saran kepada pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah untuk kedepannya.
   








DAFTAR KEPUSTAKAAN


Abd. Mujid dalam Ramayulis 2004, Psikologi Agama, Jakarta:  Kalam Mulia.
Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati 2006, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta,
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati,2006 Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta,
Ramayulis, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam  Mulia
Widodo Supriono 1996, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam,Yogyakarta: Pustaka Belajar,

ILMU PENDIDIKAN ISLAM PEMBAHASAN Tujuan Pendidikan Islam

TUJUAN PENDIDIKAN

Pendahuluan
Setiap suatu pekerjakan pasti memiliki tujuan atau maksud tertentu. Begitu pula dengan tujuan pendidikan.Tujuan pendidikan merupakan suatu yang penting, mengingat perjalanan setiap institusi yang memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan. Demikian pula pendidikan yang kini menjadi harapan mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik hendaknya selalu berangkat dan  dari tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan yang akan dicapai sudah jelas, maka langkah selanjutnya dapat diteruskan dengan memikirkan perangkat-perangkat lain yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

 Tujuan Pendidikan
Istillah “tujuan” atau” sasaran” atau” maksud”, dalam bahasa arab dinyatakan ghayat atau andaf atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa inggris, istilah tujuan dinyatakan dengan “goal atau purpose atau objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mngandung pengertian yang sama yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas.
Menurut H.M. Arifin, tujuan itu biasa jadi menunjukkan kepada futuritas (masadepan ) yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak dapat tercapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu meskipun banyak pendapat tentang pengertian tujuan, akan tetapi pada umumnya pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang dilaksnaakan untuk suatu maksud tertentu.
Pendidikan bertujuan mencetak anak didik yang beriman. Wujud tujuan itu adalah akhlak anak didik yang mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan yang dilaksanakan di berbagai lembaga, baik itu lembaga pendidikan formal maupun nonformal.
Tujuan adalah sasaran yang hendak di capai sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah aktivitas yang dilakukan. Al-Abrasyi menjabarkan tujuan pendidikan secara lebih terperinci menjadi lima macam yaitu:
Membentuk akhlak yang mulia , sebab salah satu tujuan pendidikan yang paling mendasar adalah pembentukan akhlak dan kesucian jiwa.
Menyiapkan anak didik untuk dapat bahagia di dunia dan akhirat.
Persiapan untuk mencari nafkah , atau yang lebih terkenal sekarang dengan tujuan professional.
Menumbuhkan semangat ilmiah para siswa dan memuaskan keingintahuanya (curiosity).
Menyiapkan anak didik agar menjadi propesional dan teknisi yang andal dan memiliki keterampilan bekerja dalam masyarakat.

Sedangkan menurut Ibnu Khaldun mengatakan bahwa tujuan pendidikan ada beberapa macam yaitu:
Memberikan kesempatan pada pikiran untuk aktif bekerja karena hal ini sangat penting bagi berkembangnya pemikiran dan kematangan individu yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Memiliki berbagai ilmu pengetahuan, yang dapat menjadi alat bantu untuk menjalani kehidupan dengan baik dalam masyarakat yang maju dan berbudaya.
Dijadikan modal mencari lapangan pekerjaan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan.
Mempersiapkan anak didik yang memiliki akhlak mulia.
Mempersiapkan anak didik yang memiliki pendidikan vokasional dan professional
Pendidikan juga bertujuan membangun karakter anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan dalam kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam memecahkan yang di hadapi. Tujuan yang dimaksud adalah:
Insan akademik  yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
Insane kamil, berakhlakul kharimah
Manusia yang berkepribadian
Manusia yang cerdas dalam mengkaji ilmu pengetahuan
Anak didik yang bermanfaat bagi kehidupan orang lain
Anak didik yang sehat jasmani dan rohani
Karakter anak didik yang menyebarkan ilmunya kepada sesama manusia
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pendidikan harus dilakukan lembaga pendidikan yang berkualitas dengan dilengkapi  oleh sumber daya pendidik yang kompeten.
Tujuan dapat dilihat dari berbagai segi :
Tujuan Teoritis
Terdiri atas berbagai tingkat :
Tujuan intermediair , yaitu tujuan yang merupakan batasan kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendididankan tingkat tertentu.
Tujuan insidental merupakan peristiwa tertentu yang direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran dari pendidikan pada tujuan intermediair.
Tujuan akhir pendidikan pada hakikatnya adalah realisasi dari cita-cita kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah, lahir dan batin didunia dan diakhirat.
Dilihat dari segi pendekatan system instruksional, tujuan dibedakan menjadi :
Tujuan instruksional khusus, diarahkan pada setiap bidang studi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh anak didik.
Tujuan instruksional umum, yaitu tujuan yang diarahkan  pada penguasaan arti pengalaman suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya sebagai suatu kebulatan.
Tujuan kurikuler, yaitu tujuan yang ditetapkan untuk dicapai melalui  garis-garis besar  program pengajaran (GPBB) di setiap institusi (lembaga pendidikan).
Tujuan instruksional, yaitu tujuan yang harus dicapai menurut  program pendidikan pada setiap sekolah atau lembaga pendidikan tertentu secara bulat atau terminal, seperti tujuan institusional SMTP/SMTA atau STM /SMK(tujuan terminal)
Tujuan umum atau tujuan nasional, cita-cita hidup yang ditetapkan untuk dicapai melalui proses kependikan dengan berbagai cara atau system, baik system formal (sekolah), system non formal (yang tidak terikat oleh formalitas program ruang dan materi)

Di tinjau dari segi pembidangan tugas dan fungsi secara filosofis, tujuan pendidikan dapat  dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
Tujuan individual, yaitu tujuan yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Tujuan social, yaitu tujuan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan tingkah lakunya serta dengan perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi , pengalaman, dan kemajuan hidupnya.
Tujuan professional, yaitu tujuan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu , seni dan profesi serta sebagai kegiatan dalam masyarakat.

Ditinjau dari segi pelaksanaanya, tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu, :
Tujuan operasional, yaitu tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditentukan / ditetapkan dalam kurikulum.
Tujuan fungsional, yaitu tujuan yang telah dicapai dalam arti kegunaanya, baik dari aspek teoritis maupun praktis.
Adapun tujuan dalam proses mencakup 2 macam, yaitu sebagai berikut.
Tujuan keagamaan, yaitu tujuan yang terisi penuh nilai rohaniah islamdan berorientasi pada kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah.
Tujuan keduniaan, tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan kemanfaatannya.
Fungsi tujuan adalah pertama, sebagai standarmengakhiri usaha , kedua mengarahkan usaha, ketiga merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, disamping itu juga dapat membatasi ruang gerak usaha agar usaha terfokuspada apa yang dicita-citakan, dalam segi lainnya fungsi tujuan juga mempengaruhi dinamika dari usaha itu, keempat member nilai pada usaha itu. Fungsi tujuan sementara ialah member memelihara arah usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut dan  tujuan akhir.
Oleh karena itu, untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, tujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar-dasar nilai ideal yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi kerangka pikir dan bertindak bagi seseorang.
Tujuan Pendidikan Islam
Jika berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adala tujuan yang merealisasi idealitas islami. Sedang idealitas islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai prilaku manusia yang didasari atau dijiwa oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.

Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.      Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.
2.      Sifat-sifat dasar manusia.
3.      Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
4.      Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam.
Didalam aspek ini setidaknya ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu ;
(a) mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dimuka bumi.
(b) mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
 (c) mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.
Berdasarkan batasan diatas, para ahli pendidikan (muslim) mencoba merumuskan tujuan pendidikan Islam.
Diantaranya al-Syaibany, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.
Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan dan akalnya secara dinamis , sehhingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksaan fungsinya sebagai khalifah didunia.Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syari’at Islam, serta mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya.

Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam menurut al-Quran meliputi;
 (1) menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan tanggungjawabnya dalam kehidupan ini.
 (2) menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
(3) menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta.
 (4) menjelaskan hubungannya dengan Khaliq sebagai pencipta alam semesta.
Secara praktis, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, menyyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu: (1) membentuk akhlak mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya (4) menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik (5) mempersiapkan tenaga profesional yang trampil.

Tujuan merupakan standar  usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha usaha pendidikan.
Perumusan tujuan pendidikan islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang, pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu (QS ali imbran:191).  Tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam surat al-dzariyat:56
      
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Dan juga dalam ayat al- An’am :162
           
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Bahwasannya tugas manusi untuk beribadah kepada Allah dan mengabdikan diri kepada Allah.
Kedua, memperhatikan sifat-sifat dasar(nature) manusia, yaitu konsep tentang manusia sebagai mahluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat,sifat, dan karakter, yang berkecenderungan pada al-hanief berupa agama islam sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada . ketiga, tuntunan masyarakat. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal islam. Dimensi kehidupan dunia ideal islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia didunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia dan sebagai bekal kehidupan di akhirat.
 Kesimpulannya ialah bahwa tujuan pendidikan islam ialah sebagai Muslim yang sempurna, atau manusia yang takwa, atau manusia yang beribadah kepada Allah.
TujuanPendidikan Nasional
Tujuan pendidikan di tiap-tiap Negara itu tidak selalu tetap sepanjang masa, melainkan sering mengalami perubahan atau pergantian , sesuai dengan perkembangan zaman. Perombakan itu biasanya akibat dari pertentangan pendirian atau ideology yang yang ada di dalam manyarakat Negara itu. Hal ini sering sekali terjadi apalagi di Negara yang belum stabil kehidupan politiknya. Karena mereka yang bertentangan itu sadar bahwa pendidikan memegang peranan penting sekali dalam menyiapkan generasi muda sebagai harapan bangsa.
Mereka berfikir bahwa yang menguasai pemuda berarti yang menguasai masa depan. Di Indonesia perubahan-perubahan dasar dan tujuan pendidikan itu pernah juga terjadi. Berikut ini paparan perubahan perubahan tujuan pendidikan di Indonesia.

Menteri PPK, Mr. suwandi (1 Maret 1946)
    Tujuan pendidikan membentuk patriotism, adalah rumusan yang tepat untuk bagi tahap revolusi fisik, yang ditandai oleh kedatangan/kembalinya pemerintah colonial.

Menurut UUPP No.4/1950/No.12/1945
Dalam bab III, pasal 4, pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang ada dalam pancasila, Undang Undang Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Dalam bab II, pasal 3v, dirumuskan tujuan pendidikan dan pengajaran sebagai berikut : tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

 Menurut ringkasan Tap.MPRS.No II/1960
Dalam tap.MPRS. tersebut ditambahkan “dalam dasar pendidikan pengajaran tahun 1950 dan 1954 sebagai berikut manipool/Usdek wajib ditambahkan sebagai pendidikan dan pngajaran. Dalam tap.MPRS tersebut, dalam lampiran  A N0.21 tertulis tujuan pendidkan  dan pengajaran sebagai berikut: ‘’Politik dan system pendidikan nasional kita , baik yang di selenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta , dari pendidikan prasekolah sampai pendidkan tinggi, supaya melahirkan.
Warganegara Indonesia yang berjiwa pancasila , ialah ketuhanan yang maha esa, pri kemanusian yang adil dan beradap, kebangsaan, kerakyatan, keadilan social.
Tenaga –tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa Revolusi Agustus 1945
Oleh karena rumusan tersebut ternyata menyimpang dari pancasila (seperti yang tercantum dalam UUD 1945) sebagai landasan yang sesunguhnya bagi pendidikan nasional, maka MPRS/ 1968 menyatakan tidak berlakunya Tab MPRS N0. II/MPRS/1960 tersebut.

 Keputusan MPRS No. XXVII tahun 1996.
Dalam bab. II, pasal 2, dirumumuskan dasar pendidikan sebagai berikut : “ dasar pendidikan adalah falsafah Negara pancasila “ dalam bab, II. Pasal 3 dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut “ membentuk manusi pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945 “    
                                                                            
Keputusan MPRS No.IV tahun 1973
Dasar dan tujuan pendidikan dirumuskan sebagai berikut : “ pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah Negara pancasila, dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan aktivitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap emokratis dan penuh tenggang rasa, mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur.

GBHN Tahun 1978 dan tahun 1983.
Pendidikan nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Rumusan umum dan rumusan khusus.
Tujuan institusional : tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh lembaga yang bersangkutan sebagai lembaga pendidikan,.misal tujuan dari SD SMP SMA
Tujuan instruksional : tujuan yang dirumuskan dan diharapkan dapat dicapai dengan pengajaran tertentu.

Komisi pembaharuan pendidikan nasional (KPPN)
Tujuan pendidikan nasional yaitu : membangun kualitas manusia yang takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan hubungan dengannya, sebagai warga Negara yang berpancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang cerdas, trampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi.

     Sekarang ini sesuai dengan UU No.20 tahun 2003. Dalam UU sisdiknas No. 20 tahun 2003tersebut dikatakan, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berima dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
    Dengan dasar tujuan nasional yang telah disuratkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 itu, setiap unit atau organisasi yng bergerak dalam bidang pendidikan dan menjabarkan kegiatannya mengacu pada tujuan pendidikan nasional.

Prinsip Dalam PenyusunanTujuan Pendidikan
Rumusan tujuan hendaknya meliputi aspek bentuk tingkah laku yang diharapkan (proses mental) dan bahan yang berkaitan dengannya (produk).
Tujuan-tujuan yang kompleks harus ditata secara mapan, analitis dan spesifik, sehingga tampak jelas bentuk-bentuk tingkah laku yang diharapkan.
Formulasi harus jelas untuk pembentukan tingkah laku yang diinginkan dengan kegiatan belajar tertentu,
Tujuan tersebut pada dasarnya bersifat developmental yang mencerminkan kea rah yang hendak dicapai,
Formulasi harus realistis dan hendaknya memasukkan terjemahan ke dalam kurikulum dan pengalaman belajar.
Tujuan harus mencakup segala aspek perkembangan peserta didim yang menjadi tanggung jawab sekolah.

Jadi dalam membuat tujuan pendidikan harus memperhatikan prinsip-prinsip yang tersebut diatas. Supaya dalam perumusan tujuan tersebut bisa menghasilkan tujuan yang dapat di capai dengan baik dan efisien dan mencangkup ke semua aspek. Dapat dipahami, bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah pserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik ssebagai muslim paripurna (insane kamil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman , ilmu dan amal (Q.S. Al-Mujaadilah/58:11) secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia maupun akhirat.


    










PENUTUP
KESIMPULAN
    Tujuan adalah sasaran yang hendak di capai sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah aktivitas yang dilakukan. Pendidikan juga bertujuan membangun karakter anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan dalam kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam memecahkan yang di hadapi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pendidikan harus dilakukan lembaga pendidikan yang berkualitas dengan dilengkapi  oleh sumber daya pendidik yang kompeten

SARAN
    Dalam pembuatan makalah ini pemakalah menyadari sekali bahwa banyak sekali kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan sekali kritikan dan sran dari pembaca yang dapat membangun agar makalah ini bias menjadi yang lebih baik. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermamfaat bagi pembaca dan berguna sebaik-baiknya










DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia,2002)

Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung :Pustaka Setia, 2012)

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)

Abu Ahmadi, Nur Uhhbiyati,Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003)

Sukardjo, Ukim Komarudin, Landasan pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)

Muhammad Fadhil Al-Jamali,Nahwa Tarbiyat Mukminat


Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang ,1984)

Omar Mohammad Al-Thoumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam

Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan






ILMU PENDIDIKAN ISLAM PEMBAHASAN Pengertian dan Fungsi Dasar Pendidikan

Pendahuluan
Pendidikan islam merupakan pengembangan pikiran, penataan prilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.  Seluruh ide tersebut telah tergambar secara integrative (utuh) dalam sebuah konsep dasar yang kokoh. Prilaku yang dimaksud adalah penghambatan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri, baik dilakukan secara individual maupun kolektif.
Aspek keimanan dan keyakinan menjadi landasan akidah yang mengakar dan integral, serta menjadi motifator yang menggugah manusia untuk berpandangan kedepan, optimis, dan berkesadaran. Aspek syariat telah menyumbangkan berbagai kaidah dan norma yang dapat mengatur prilaku dan hubungan manusia. Aspek penghambaan merupakan prilaku seorang manusia yang berupaya mewujudkan seluruh gambaran, sasaran, norma, dan perintah syariat tersebut.
Pendidikan merupakan pengembangan kepribadian manusia agar seluruh aspek diatas menjelma dalam sebuah harmoni dan saling menyempurnakan. Lewat pencermaan itu, seluruh potensi manusia dipadukan dan dicurahkan demi mencapai suatu tujuan. Segala upaya, prilaku, getar perasaan, yang senantiasa bertitik tolak dari tujuan tersebut.

Dasar Pendidikan
Pengertian dan Fungsi  Dasar Pendidikan
Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Jadi dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk melakukan perubahan sikap dan tata laku dengan cara berlatih dan belajar, dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, meskipun sudah selesai sekilah akan tetap belajar apa yang tidak ditemui disekolah. Hal ini lebih penting dikedepankan supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar pendidikan sehingga tidak mencapai kesempatan hidup. Apabila kesempatan hidup tidak tercapai berarti pendidikan belum memberikan hasil yang baik. Dasar atau landasan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi:
Pandangan isalm
Al-qur’an
al-qur’anadalah pedoman tertinggi yang menjadi petunjuk dan dasar kita hidup di dunia. Dalam al-qur’an kita bisa menemukan semua permasalahan hidup termasuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
hadist
Hadist merupakan pedoman kita setelah al-qur’an yang merupakan dasar atau elemen dalam pendidikan
secara umum
religious
merupakan elemen atau dasar pendidikan yang paling pokok, disini datanamkan nilai-nilai agama islam(iman, akhidah dan akhlak) sebai suatu pondasi yang kokoh dalam pendidikan.
Idologis
Yaitu mengacu kepada idiologi bangsa kita yakninya pancasila dan berdasarkan kepada UUD 1945. Dan intinya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ekonomis
Pendidikan bisa dijadikan sebagai suatu langkah untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan keluar dari segala bentuk kebodohan dan kemiskinan.
Politis
Lebih mengacu kepada suasana politik yang berlangsung .
Teknologis
Dunia telah mengalami eksplosif ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan bisa dikatakan teknologi sangat memiliki peran dalam kemajuan dunia pendidikan.
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang di emban dan harus di lakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik itu dapat tertuju pada diri manusia yang di didik maupun kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Adapu beberapa fungsi pendidikan:
Bagi dirinya sendiri, pendidikdn berfunsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas hidup nya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia .
Bagi masyarakat , pendidikan berfungsi untuk melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat (preserveratif) dan sebagain agen pembaharuan (direktif) sehingga dapat mengatisifasi masa depan .
Menyiapkan tenaga kerja
Menyiapkan manusia sebagai warga Negara yang baik
Menyiapkan manusia sebagai manusia yang bermanfaat

Dasar pendidikan islam
Dasar pendidikan islam adalah islam dengan segala ajaran nya yang bersumber dari:
Dasar pokok
 Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan pedoman tertinggi yang menjadi petunjuk dan dasar kita hidup didunia. Dalam al-Qur’an kita bias menemukan semua permasalahan hidup termasuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Umat islam sebagai suatu umat yang dianugrahkan tuhan kitab suci al-Qur’an, yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan yang bersifat unifersal, yang bersumber dalam kehidupan manusia dalam filsafah hidup yang berdasarkan kepada al-Qur’an. Pada hakekatnya al-Qur’an itu merupakan pembendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohaniaan yang pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan, moral ( akhlak), spiritual (kerohanian).
Sunnah (Hadits)
Sunnah merupakan pedoman kita setelah al-Qur’an yang merupakan dasar atau elemen dalam pendidikan. Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri, sahabat, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain.
Konsepsi dasar pendidikan islam dicontohkan Nabi sebagai berikut:
Disampaikan sebagai Rahmatan li al-alamin (Q.S. Al-anbiya’:107)
Disampaikan secara universal
Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak (Q.S. Al-hajr:9)
Kehadiran, Nabi sebagai evaluator atas segala aktifitas pendidikan (Q.S. Al-Syura:48)
Prilaku Nabi sebagai figure identifikasi bagi umatnya (Q.S. Al-Ahzab:21)



Dasar tambahan
Perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat (ijtihad)
Pada masa al-Khulafa al- Rasyidin, sumber pendidikan dalam islam sudah mengalami perkembangan. Selain al-Qur’an dan sunnah juga perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat, yang mana perkataan mereka dapat dijadikan pegangan.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Khulafah al-Rasyidin, dan digantikan oleh Khalifah Bani Umayyah. Pada masa ini islam telah meluas sampai ke Afrika Utara bahkan ke Spanyol.Akibatnya terjadi pula perluasan pusat-pusat pendidikan yang tersebar dikota-kota besar seperti:
Mekkah dan Madinnah (Hijaz)
Basrah dan Kuffah (Iran)
Damsyik dan Palestina
Fustat (Mesir)
Maslahah mursalah (kemaslahatan umat)
Maslahah mursalah yaitu menetapkan aturan atau ketetapan undang undang yang tidak disebutkan dalam al-qur’an dan sunah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan.
Para ahli pendidikan sejak dini harus mempunyai persiapan untuk merancang dan membuat peraturan sebagai pedoman pokok dalam proses berlansung nya pendidikan sehingga pelaksana’an pendidikan islam tidak mengalami hambatan . kegiatan ini tidak semuanya di terima oleh islam dibutuhkan catatan khusus sebagai mana di kemukakan oleh Abdul wahab khalaf sebagai berikut:
Keputusan yang di ambil tidak menyalahi keberadaan-keberadaan al-qur’an dan sunah.
Apa yang di usahakan benar-benar membawa kemaslahatan dan menolak ke mudaratan setelah melalui tahapan-tahapan obserpasi penganalisa’an
Kemaslahatan yang di ambil merupakan kemaslahatan yang baru universal yang mencakup notalitas masyarakat
Urf (nilai-nilai dan adat istiadat masyarakat)
M.Kamaludin imam menyatakan bahwa sesuatu yang tertanam dalam jiwa yang di peroleh melalui kesaksian akan di terima oleh tabiat . kemudian M Alsahat aljundi menjelaskan bahwa urf adalah sesuatu yang tertanam dalam jiwa berupa hal-hal yang berulang-ulang di lakukan rasional menurut tabiat yang sehat.
Urf adalah sesuatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan jiwa merasa tenang mengerjakan suatu perbuatan, karna sejalan dengan akal sehat yang di terima oleh tabiat yang sejahtera. Namun tidak semua tradisi yang dapat di jelasakan dasar ideal pendidikan islam, melainkan setelah me lalui seleksi terlebih dahulu. Masud Zuhdi mengemukakan bahwa urf yang di jadikan dasar pendidikan islam adalah:
Tidak bertentangan dengan nash baik al-qur’an maupun sunah
Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak mengakibat kan kedurhakaan, kerusakan dan kemudaratan

Ra’yu
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, maupun interaksi sosial, dan lain sebagainya. Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
John Vaizey, seorang guru besar dalam ilmu ekonomi dari Universitas Brunel, Inggris, menggambarkan perubahan yang terjadi pada tahun-tahun pertengahan abad ke-20. dikatakannya bahwa meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya pengharapan, dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa serta perubahan-perubahan baru dalam pendidikan. Orang dapat menyaksikan penerapan teknik-teknik ilmu pengetahuan alam dan sosial serta teknologi dalam proses pendidkan sebagai akibat adanya pengertian yang lebih dalam tentang apa yang terjadi dalam pendidkan. Ada orang yang berpandangan bahwa meningkatnya penggunaan teknik-teknik yang melibatkan elektronika dan perlengkapan lainnya yang kompleks telah mengakibatkan dehumanisasi pendidikan. Mungkin ada pula orang yang berpendapat bahwa penghotbahan doktrin “afisiensi” dalam penggunaan sumber-sumber untuk pendidikan berarti bersikap pragmatis dan mementingkan kegunaan terhadap pendidikan. Sehubungan dengan perhatian terhadap efisiensi, ada pula perhatian terhadap latihan bagi orang-orang untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dalam kesibukan merenungkan fungsi latihan ini, maka tujuan-tujuan terakhir pendidikan menjadi kabur.selanjutnya dapat dinyatakan bahwa abad ini menyaksikan gugurnya pedoman-pedoman peradaban dalam sekolah dan perguruan tinggi. 
Pada masa-masa berikutnya muncul penelitian yang menunjukan kecenderungan dunia untuk menjadikan sekolah sebagai lembag yang bernorma kuat, sehingga tidak ada usaha swasta yang tidak diakui pemerintah bila “norma”-nya tidak memenuhi selera pemerintah. Sementara itu, sebagai pemikir pendidikan melihat bahwa sekolah tidak bisa diharapkan untuk mengamansipasi martabat kemanusiaan (human dignity). Mereka mengeritik pandangan yang mempertahankan sekolah sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan prinsip bahwa dunia harus maju, tanpa peduli adanya akibat malapetaka ledakan nuklir, pencemaran, dan sebagainya. Di antara para kritikus yang vokal dalam hal ini ialah ivan illich yang menggambarkan adanya masyarakat bebas dari ikatan-ikatan pendidikan sekolah; paulo freire yang menganggap sekolah sebagai tempat pendidikan rakyat tertidas; dan Everett Reimer yang menganalisis pendidikan sekolah pada kematiannya.
Perubahan-perubahan seperti di kemukakan di atasdan munculnya gagasan-gagasan baru tentang pendidikan pada gilirannya melahirkan berbagai masalah pendidikan. Apakah perubahan yang terjadi bertentangan dengan nilai-nilai hakiki pendidikan ataukah malah sebaliknya, meningkatnya? Apakah perubahan pada suatu komponen mengharuskan perubahan seluruh sistem? Apa yang harus diajarkan? Apakah sekolah harus dibubarkan? Jika sekolah dibubarkan, di mana generasi muda memperoleh pendidikan? Jika sekolah tidak dibubarkan, bagaimana agar sekolah berfungsi dalam mencapai tujuan pendidikan?
Masalah-masalah di atas merupakan perkembangan baru di dunia pendidikan yang tidak dijumpai di masa Rasulullah saw., tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari para pendidik muslim.ijtihad pada dasrnya merupakan usaha sungguh-sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasrkan ajaran Islam. Untuk itu, manakala tidak di temukan petunjuk yang jelas dari Al-Qur’an maupun Sunnah tentang suatu perilaku, orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan memperhatikan prisip-prinsip umum Al-Qur’an maupun Sunnah. 
Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak masa shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum syarak. Yang dimaksud dengan hukum syarak, menurut depinisi ‘Ali Hasballah, ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram dan sunnah) yang disandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun batin. Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketibang aspek batin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti daripada piqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadah, muamalat, dan jinayat lebih dominan ketimbang kajian tentang iklas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak menyakiti orang lain.
Ijtihad dalam lapangan pendidikan malah nyaris ta terdengar. Sebabnya barangkali bisa di rujuk pada kondisi sosial umat di masa lalu. Persoalan kenegaraan, perdagangan, perkawinan, dan sebagainya seperti terlihat pada tema-tema piqih tampak merupakan masalah akut pada masa itu, sementara persoalan pendidikan cukup diatasi oleh konvensi-konvensi yang ada. Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang peduli terhadap masalah pendidikan, di antaranya dapat disebutkan kelompok ikhwan Al-Shafa, Al-Ghazali, Ibnu Khladun, Al-Zarnuji, Al-Kanbin, dan Al- Ansari.
Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan batinnya), mengingat yang pertama merupakan usaha pembudayaannya, sedangkan yang kedua merupakan usaha penggalian budaya itu. Ruang lingkupnya bisa dalam lingkup filsafat pendidikan Islam dan bisa pula dalam lingkup ilmu pendidikan Islam.
Dalam lingkup ilmu pendidikan Islam, pernyataan Al-Qur’an dan Sunnah hendaknya dipilih mana yang bernialai normatif dan mana yang bernilai teknis-praktis, sehingga tidak terjadi salah perlakuan, tidak membuktikan secara empiris apa yang seharunya diyakini. Sementara itu, hasil pikir para ulama seperti Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ibnu Khaldun masih terbuka untuk dikaji ulang guna dicari kemungkinan penerapannya di masa sekarang.





Dasar pendidikan nasional
Yang dimaksud dengan dasar di sini adalah sesuatu yang menjadi kekuatan bagi tetap tegaknya suatu bangunan atau lainnya, seperti pada rumah atau gedung, maka pondasilah yang menjadi dasarnya.Begitu pula halnya dengan pendidikan, dasar yang dimaksud adalah dasar pelaksanaannya, yang mempunyai peranan penting untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Adapun dasar pendidikan di negara Indonesia secara yuridis formal telah dirumuskan antara lain sebagai berikut:
Undang-Undang tentang Pendidikan dan Pengajaran No. 4 tahun 1950,  Nomor 2 tahun 1945, Bab III Pasal 4 Yang Berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar RI dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1966 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila.
Dalam GBHN tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988 Bab IV bagian pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.
Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dalam Bab IV bagian Pendidikan yang berbunyi: Pendidikan Nasional (yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang RI No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
 Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.






Penutup
Kesimpulan
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk melakukan perubahan sikap dan tata laku dengan cara berlatih dan belajar, dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, meskipun sudah selesai sekilah akan tetap belajar apa yang tidak ditemui disekolah.
Dasar pendidikan islam adalah islam dengan segala ajaran nya yang bersumber dari:
Al-Qur’an
Hadits (Sunnah)
Ijtihad
Maslahah Mursalah
Urf
Ra’yu

Dasar pendidikan Nasional adalah sesuatu yang menjadi kekuatan bagi tetap tegaknya suatu bangunan atau lainnya, seperti pada rumah atau gedung, maka pondasilah yang menjadi dasarnya.
Begitu pula halnya dengan pendidikan, dasar yang dimaksud adalah dasar pelaksanaannya, yang mempunyai peranan penting untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.

Saran
Setelah penulis memahami dasar pendidikan, baik dasar pendidikan islam maupun dasar pendidikan nasional tersebut diharapkan kita dapat melaksanakannya dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini penulis merasa masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis meminta kepada dosen pembimbing dan para audient untuk memberikan masukan agar kedepannya lagi penulis bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Ramayulis.2010.Dasar Pendidikan Islam,Jakarta:Kalam Mulia
Abdurrahman An nahlawi.1995.Pendidikan Islam dirumah Sekolah dan Masyarakat,Jakarta:Gema Insani
Uhbiyati, Nur.1996.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:PT. Bineka Cipta
Prof. Dr. Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi.2003.Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam,Bandung:Pustaka Setia Bandung
http://www.taqrib.info/indonesia/















ULUMUL QUR.AN PEMBAHASAN TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH

TAFSIR,TA’WIL DAN TERJEMAH

Pendahuluan
Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Setidaknya itulah yang diindikasikan oleh surat al Baqarah ayat 185. Di samping itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al Qur`an sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dengan media malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al Qur`an dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan kesucian al Qur`an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah ‘azza wa jalla sehingga kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana.

Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
PengertianTafsir,ta’wil dan Terjemah
tafsir
Pengertian tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il” berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengukuti wazan “daraba-yadribu” dan “nasara-yansuru”. Dikatakan “fasara-yasfiru, fasran”, dan “fasaharu” artinya “abanabu” (menjelaskan). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai atri menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul ‘Arab dinyatakan: kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan makna kata “al-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil, pelik. Dalam al-Qur’an dinyatakan: وَﻻَيَٵْتُوْنَكَ بِمَثَلٍ إِلاً جِنْسَاكَ بِالْحَقَّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيْرًا 
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Maksudnya, “paling baik penjelasan dan perinciannya”. Diantara kedua bentuk kata itu adalah al-fsr dan at-tafsir, kata at-tafsir (tafsir) lah yang paling banyak dipergunakan.
Sebagian ulama berpendapat, kata “tafsir”(fasara) adalah kata kerja yang terbalik, berasal dari kata “safara” yang juga berarti menyingkapkan (al-kasyf). Kata-kata: الْمَرْ أَۃُسُفُوْرًا سَفَرَتِ berarti, perempuan itu menanggalkan kerudung dari mukanya. Ia adalah “safirah” (perempuan yang membuka muka). Kata-kata:الصُّبْحُ أَسًفَرَ artinya waktu subuh telah terang. Pembentukan kata “al-fasr” menjadi bentuk “taf’il” (yakni tafsir) untuk menunjukkan arti taksir (banyak, sering berbuat). Missal firman Allah :  يُذَبِّحُوْنَ أَبْنَاءَكُم ( mereka banyak menyembelih anak laki-laki kamu), (al-Baqarah [12]:23).
Tafsir menurut istilah, sebagaimana di definisikan Abu Hayyan ialah: “ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hokum-hukumnya baik ketika bardiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.
Kemudian Abu Hayyan menjelaskan secara rinci unsur-unsur definisi tersebut sebagai berikut: kata-kata “Ilmu” adalah kata jenis yang meliputi segala macam ilmu. Yang membahas tentang cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, mengacu kepada ilmu qira’at. Petunjuk-petunjuknya adalah pengertian-pengertian yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz itu. Ini mengacu kepada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu tafsir ini. Kata-kata “hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun’, meliputi ilmu saraf, ilmu I’rab, ilmu Bayan dan ilmu Badi’. Kata-kata “makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun’, meliputi pengertiannya yang hakiki dan majazi: sebab suatu susunan kalimat (tarkib) terkadang menurut lahirnya menghendaki suatu makna tetapi untuk membawanya kelahir itu terdapat penghalang sehingga tarkib tersebut mesti dibawa kemakna yang bukan makna lahir, yaitu majaz. Dan kata-kata “hal-hal yang melengkapinya”, mencakup pengetahuan tentang naskh, sebab nuzun, kisah-kisah yang tewrdapat menjelaskan sesuatu yang kurang jelas dalam al-Qur’an dan lain sebagainya.
Menurut az-Zarkasyi, tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hokum dan hikmahnya.
Menurut Abu Hayyan, tafsir, secara terminologis merupakan ilmu yang membahas tentang metode mengucapkan lafazh-lafazh al Qur`an, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dari makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun dari hal-hal yang melengkapinya.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapat didalam al-Qur’an.
 Kedudukan Tafsir
 Tafsir ialah ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah kalaam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya, bahwa jadi tujuannya ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang hakikat atau sebenamya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam Kitab Allah SWT.
Pembagian Tafsir
 Tafsir bi al-ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in. Dalam pertumbuhannya, tafsir bil ma’tsur menempuh tiga periode, yaitu:
 Periode I, yaitu masa Nabi, Sahabat, dan permulaan masa tabi’in ketika belum tertulis dan secara umum periwayatannya masih secara lisan (musyafahah).
 Periode II, bermula dengan pengodifikasian hadits secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abd Al-Aziz (95-101). Tafsir bil Ma’tsur ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits dan dihimpun dalam salah satu bab-bab hadits.

 Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab Tafsir bil Ma’tsur yang secara khusus dan berdiri sendiri.
Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.

 tafsir bi al-dirayah atau disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y
 Cara penafsiran bil ma’qul atau lebih populer lagi bir ra`yi menambahkan fungsi ijtihad dalam proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang digunakan oleh tafsir bil ma`tsuur. Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada ijtihad dan akal dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip bahasa Arab dan adat-istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya
 Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.
Beberapa kitab tafsir bil ma`tsuur yang terkenal diantaranya tafsir Ibnu Abbas dengan judul Tanwiirul Miqbas min Tafsiiri Ibn Abbas, tafsir at Thabari dengan judul Jamii’ul Bayaan fii Tafsiiril Qur`an, tafsir Ibnu ‘Atiyyah dengan judul Muharrarul Wajiiz fi Tafsiiril Kitaabil ‘Aziz, dan tafsir Ibnu Katsir dengan judul Tafsiirul Qur`aanul ‘Azhiim.
Tafsir dengan menggunakan pikiran yang terpuji (mahmudah / maqbul)
Ialah bila tidak bertentangan dengan tafsir maktsuur
Ia berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan satu kait berpikir mengenai kitab Allah.

Dan hal ini sangat dibenci dan tidak di terima oleh para ulama’, seperti yang di sampaikan oleh Ibnu Mas’ud: “akan ada suatu kaum yang mengajak untuk memahami Al-Qur’an, akan tetapi mereka tidak mengamalkannya. Maka wajib bagi kalian untuk mendalami Al-Qur’an, dan menjauhi segala bentuk bid’ah”.
Kitab-kitab tafsir bir ra`yi diantaranya tafsir ar Razi yang berjudul Mafaatihul Ghaib, tafsir Ibnu Hayyan yang berjudul Al Bahrul Muhiit, dan tafsir az Zamakhsyari yang berjudul Al Kasysyaf ‘an Haqaa`iqit Tanziil wa ‘Uyuunil Aqaawiil fii Wujuuhit Tanwiil.


Ta’wil
Secara bahasa, Ta’wil berasal dari kata “aul” yang berarti kembali ke asal. Atas dasar ini maka ta’wil kalam dalam istilah mempunyai dua makna, yaitu:
Ta’wil kalam dengan pengertian sesuatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataannya, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Dan kalam itu kembali dan merujuk kepada makna hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya yang dimaksud. Kalam ada dua macam, yaitu insya’ dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya’ adalah amr (kalimat perintah).
Ta’wil kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya. Jadi yang dimaksud dengan kata “ta’wil’ disini adalah tafsir.

Adapun pengertian ta’wil menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut al-Zurhani
Ta’wil adalah memalingkan satu lafaz dari makna yang dikandungnya, apabila makna alternative yang dipandangnya sesuai dngan ketentuan al-Kitab dan as-Sunnah.
Menurut Ulama Khalaf
Ta’wil adalah mengalihkan suatu lafaz dari makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ta’wil adalah suatu usaha untuk memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat0 al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafaz itu.

Terjemah
Pengertian Terjemah
Kata terjemah dapat dipergunakan pada dua arti, yaitu:
Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa kedalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa sempurna
Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana diatas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lainnya dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya.
Secara lafazh tarjamah dalam bahasa Arab memiliki arti mengalihkan pembicaraan (kalam) dari satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam kitab Lisa al-’Arab:
Yang dimaksud dengan turjuman (dengan menggunakan dhammah) atau tarjuman (dengan fathah) adalah yang menterjemahkan kalam (pembicaraan), yaitu memindahkannya dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Sedangkan pengertian tarjamah secara terminologis, sebagaimana didefinisikan oleh Muhammad ‘Abd al-’Azhim al Zarqani sebagai berikut: Tarjamah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.
Klasifikasi terjemah al-Qur’an
Hukum terjemah Harfiyah
Atas dasar pertimbangan diatas maka tidak seorang pun merasa ragu tentang haramnya menerjemahkan al-Qur’an dengan terjemah harfiyah. Sebab al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkn kepada Rasulul-Nya, merupakan mukjizat dengan lafaz dan maknanya, serta membacanya dipandang sebagai suatu ibadah. Disamping itu, tidak seorang manusia pun berpendapat, kalimat-kalimat al-Qur’an itu juga diterjemahkan, dinamakan pula kalamullah. Sebab Allah tidak berfirman kecuali dengan al-Qur’an yang kita baca dalam bahasa arab, dan kemukjizatan pun tidak akan terjadi dengan terjemahan, karena kemukjizatan hanya khusus bagi al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa arab. Kemudian yang dipandang sebagai ibadah dengan membacanya ialah al-qur’an berbahasa Arab yangh jelas, berikut lafaz-lafaz, huruf-huruf dan tertib kata-katanya.
Hukum terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyah
Menerjemahkan makna-makna sanawi al-Qur’an bukanlah hal mudah, sebab tidak terdapat satu bahasa satu pun yang sesuai dengan bahasa arab dalam dalalah (petunjuk) lafaz-lafaznya terhadap makna-makna yang oleh ahli ilmu Bayan dinamakan khawassut-takbir (karakteristik-karakteristik susunan). Hal demikian tidak mudah didakwahkan seseorang. Dan itulah yang dimaksudkan Zamakhsyari dalam pernyataan diatas. Segi-segi balagah al-Qur’an dalam lafaz atau susunan, baik nakirah dan ma’rifah-nya maupun taqdim dan ta’hir-nya, disebutkan dan dihilangkannya maupun hal-hal lainnya adalah yang menjadi keunggulan bahasa al-Qur’an, dan ini mempunyai pengaruh tersendiri terhadap jiwa.
Perbedaan Tafsir dan Ta’wil
Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antatra tafsir dan ta’wil. Berdasarkan pada pembahasan diatas tentang makna tafsir dan ta’wil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut:
Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya, “ta’wil” dan “tafsir” adalah dua kata yang berdekatan atau sama kamnanya. Termasuk pengertian ini ialah do’a Rasulullah untuk Ibn Abbas: “Ya Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta’wil.
Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, maka ta’wil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiri dan ta’wil dari khabar adalah esensi suatu yang diberitakan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dan ta’wil cukup besar, sebab tafsir merupakan syarah dan penjelasan bagi suatu perkataan dan penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedangkan ta’wil adalah esensi sesuatu yang berbeda dalam realita (bukan dalam pikiran).
Dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas didalam kitabullah atau tertentu (pasti) dalam sunnah yang sahih karena makna yang telah jelas. Sedangkan dikatakan ta’wil adalah apa yang disimpulkan para ulama. Karena itu sebagian ulama mengatakan, “Tafsir adalag apa yang berhubungan dengan riwayat, sedangkan ta’wil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.
Dikatakan pula tafsir lebih banyak dipergunakan dalam menerangkan lafaz dan mufradat (kosa kata), sedangkan ta’wil lwbih banyak dipakai dalam menjelaskan makna dan susunan kalimat.



















Penutup
Kesimpulan
tafsir adalah suatu usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapat didalam al-Qur’an.
ta’wil adalah suatu usaha untuk memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat) al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafaz itu.
Tarjamah adalah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.

Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta’wil dan terjemah. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA

Anwar Rosihun, ulum Al-Qur’an,Bandung:Pustaka Setia,2012
Hasbi Muhammad, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,Semarang:Pustaka Rizki Putra,1987
M. Yusuf kadar, Studi Al-Qur’an,Jakarta:Amzah,2010
Syadali AhmadRafi’I, Ilum Al-Qur’an II,Bandung:Pustaka Setia,2000
Manna Khalid al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa,1973

ULUMUL QUR.AN PEMBAHASAN AQSAM AL-QUR’AN

BAB I
Pendahuluan
‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang mempelajari tentang hal – hal yang ada hubungannya dengan Al -Qur’an  Maka ilmu yang ada dalam Al Qur’an disebut Ulumul Qur’an. Ilmu tersebut diantaranya adalah Ilmu Aqsamul Qur’an yang berisi tentang sumpah di dalam alqur’an. Sumpah dalam konotasi bahasa Al Qur’an disebut qasam yang membicarakan tentang pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang di ingkarinya
Berbagai masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah. Orang boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an. Keheranan tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam al-Qur’an serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.
Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahanya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.
Makalah ini akan memberikan sedikit gambaran tentang pengertian aqsamul Qur’an, macam-macam qasam, unsur-unsur qasam Al-Qur’an, serta urgensi qasam dalam al-Qur’an.








BAB II
AQSAM AL-QUR’AN
Pengertian Aqsam Al-Qur’an
Secara etimologi (bahasa) kata aqsam adalah bentuk jamak dari kata qasam berarti sumpah.Bentuk asli dari kata aqsam adalah kata kerja dari atau yang di transitifkan dengan huruf ba yang dari sisi lain merupakan bentuk sinonim  yang juga berarti sumpah. Sedangkan secara terminologi. Sedangkan secara terminologi ilmu “Aqsamul Qur’an adalah ilmu yang membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Qur’an.” Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau sifatnya. [7]
Secara mertenologi atau istilah, Ibnu kaim yang dikutip oleh Aljaqasi, Asuyuti dan Abdul Patah merumuskan pengertian qasas dengan suatu kalimat dengan memberikan penekasan(tauhid) terhadap berita atau tuntunan yang disampaikan, sedangkan menurut Mana’al-qathan adalah:
“sebagai pengikat jiwa atau hati agar melakukan dengan sesuatu makna yang di pendam besar dan agung, baik secara akhiki maupun secra i’tikadi’.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa sumpah adalah suatu ucapan yang disampaikan dengan maksud memberikan penegasan terhadap sesuatu berita atau tuntutan, baik untuk dilakukan  maupun untuk ditinggalkan yang di pahami merupakan hal amat penting.
Allah berfirman dalam surat an-nahl ayat 38 yang berbunyi ;
                     
Artinya:
‘’Mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sumpah yang sungguh- sungguh, bahwasan nya Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati’’.
    “Oleh karena itu qasam itu sering di pergunkan dalam percakapan maka ia diringkas, yaitu fi’il qasam di hilangkan dan di cukupkan dengan “ba”. Kemudian “ba” pun di gantikan dangan “waw” pada isim zahir, seperti : ( demi malam,bila menutupi cahaya siang ), dan di ganti “ta” pada lafaz jalalah, misalnya (  Demi malam, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu ).
Namun qasam dengan “ta” ini jarang di pergunakan, sedangkan yang banyak ialah dengan “waw”.
    Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim , mempunyai makna yang sama. Qasam di definisikan sebagai “ memikat jiwa ( hati ) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dangan suatu makna yang di pandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tikadi oleh orang yang bersumpah itu. “ bersumpah dinamakan juga dengan yamin ( tangan kanan ) karena orang Arab sedang bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya.
 Macam-macam sumpah(qasam) dalam Al-Qur’an
Aqsam dalam Al-Qur’an ada dua macam yaitu:
Zahir yaitu sumpah yang didalamnya di sebutkan fi’il qasam dan maqsam bih atau qasam yang fi’il yang qasamnya tidak di sebutkan tetapi di ganti dengan huruf ba, waw dan ta. Dalam beberapa tempat terlihat fi’il qasam di dahului lanafiah seperti firman Allah dalam surat Al-Qiamah ayat 1-2 yang berisi tentang:
Aku bersumpah demi hari kiamat.
Dan aku bersumpah demi jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.
Di beberapa tempat, fi’il qasam terkadang di dahului ( di masuki ) nafy, seperti ( tidak, Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak, Aku bersumpah dengan yang amat menyesali ( dirinya sendiri ) ini terdapat dalam surat Al Qiamah ayat 1-2.
             
Artinya:
“Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali dirinya sendiri. (1-2)”

Maksud ayat diatas adalah bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan.
    Di katakan “ La “ di dua tempat ini adalah “ La “ nafy yang berarti tidak “, untuk menafikkan sesuatu yang tidak di sebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan takdir ( perkiraan ) artinya adalah tidak benar yang kamu sangka, bahwa hisap dan siksa itu tidak ada kemudian baru di lanjutkan dengan kalimat berikutnya : “ Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan di bangkitkan”. Dikatakan pula bahwa “La “ tersebut menafikkan qasam, seakan-akan ia mengatakan :
 “ aku tidak bersumpah kepada mu dengan hari itu dan nafsu itu” Tetapi aku bertanya kepadamu tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangmu setelah hancur karena kematian sungguh masalah teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah. “ tetapi dikatakan pula, “La “ tersebut tambahan. Pernyataan jawab qasam dalam pernyataan di atas tidak di sebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan sesudahnya, “ apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang belulangnya ?
        terdapat dalam surat Al Qiyamah ayat 3. Takdirnya ialah : “ sungguh kamu akan dibangkitkan akan di hisab.
Mudmar yaitu sumpah yang di dalamnya tidak di jelaskan fi’il qasam dan tidak pula muksam bih, tetapi ia di tunjukan oleh lam tauqid yang masuk dalam jawab qasam terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 186 yang artinya :
        “Kamu sungguh-sungguh akan di uji terhadap harta mu dan dirimu, dan juga kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang di beri kitab sebelum kamu dan dari orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.
Bentuk - Bentuk Aqsamul Qur’an  
Bentuk Asli
Bentuk asli dalam sumpah ialah bentuk sumpah yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah yang dimuta’addikan dengan ba’, muqsam bih dan  muqsam alaih seperti contoh-contoh di atas.
 Ditambah huruf La
Kalimat yang digunakan orang untuk bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk. Begitu pula dalam al-Qur’an ada bentuk sumpah yang keluar dari bentuk asli sumpah. Misalnya bentuk sumpah yang ditambah huruf La di depan fi’il qasamnya seperti Surat Al-Ma’arij : 40, Surat Al-Waqi’ah : 75,Surat Al-Insyiqaq : 16,Surat Al-Haqqah : 38.
Manfaat Aqsamul Qur’an 
Mempertegas dan memperkuat berita yang sampai kepada pendengar.
Memberikan nilai kepuasan kepada pembawa berita yang telah menggunakan Qasam.
Mengagungkan sifat dan kekuasaan Allah.
Tujuan Aqsamul Qur’an   
Dalam substansinya sumpah dilakukan untuk memperkuat pembicaraan agar dapat diterima atau dipercaya oleh pendengarnya. Sedang sikap pendengar sesudah mendengar qasam akan bersikap salah satu dari beberapa kemungkinan.
Pendengar yang netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya. Maka pendengar yang seperti ini akan diberi ungkapan ibtida’ (berita yang diberi penguat taukid ataupun sumpah) contohsuratAl-Hadid:8.
Pendengar mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya). Bila kadar keingkarannya sedikit, cukup dengan satu taukid saja. ContohsuratAn-Nisa’:40. Sedang apabila kadar keingkarannya cukup berat, maka menggunakan dua taukid (penguat). SepertisuratAl-Maidah:72.
untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam alaih (jawab qasam, pernyataan yang kerenanya qasam diucapkan). Oleh karena itulah muqsam alaih haruslah berupa hal-hal yang layak didatangkan qasam baginya, seperti hal-hal ghaib dan tersembunyi jika qasam itu diaksudkan untuk menetapkan keberadaanny
   untuk menjelaskan tauhid atau untuk menegaskan kebenaran al-Qur’an


Unsur-unsur sumpah ( aqsam) dalam Al-Qur’an
    Unsur sumpah dalam Al-Qur’an terdiri dari: fi’il qasam, aqsam bih, muqsam alaih. Diantara ayat melengkapi komponen sumpah (aqsam) adalah didalam surah An-Nahal yang berbunyi:
                   

Artinya:
       Mereka yang bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya bersungguh-sungguh:
“Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati”. ( tidak demikian ), bahkan ( pasti Allah membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
        Unsur-unsur kasam sebagai berikut:
Fi’l qasam
    Tidak semua qasam dalam Al-Qur’an yang menggunakan fi’il qasam dalam sumpah, kadang kala diganti dengan huruf ba, waw dan ta. Khusus untuk ba biasanya disertai dengan fi’il qasam bahkan menurut Al Suyuti tidak terdapat qasam dalam al-quraan yang menggunakan huruf ba. Tanpa diikuti oleh fi’il qasam terdapat dalam surat An-Nahal ayat 38 yang berbunyi;

                    
 Artinya;
 “ mereka bersumpah dengan menyebut nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh- sungguh” Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati “. ( tidak demikian ), bahkan
 ( pasti Allah akan membangkitkan nya ), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Namun karena sudah terbiasa dalam pembicaraa , maka fi’il qasam tersebut terkadang di hilangkan kemudian diganti dengan huruf waw seperti dalam surat Al-Lail ayat 1 yang berbunyi;
    
Artinya:
    “ Demi malam apabila menutupi cahaya siang “
Atau diganti dengan huruf ta pada lafaz jalalah (Allah) meskipun lafaz tersebut jarang digunakan seperti yang terdapat dalam surat Al- Anbia’ ayat 57 yang berbunyi;

        
Artinya;
    “ Demi allah sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya “.
           Dengan demikian dapat dikatakan bahwa huruf ba berasal dari perangkat huruf qasam yang disebut atau dihilangkan, sedangkan huruf waw masuk kepada maqsam bih, sementara ta khusus untuk lafaz jalalah saja.
Maqsam Bih
        Yang di maksud dengan maqsam bih  adalah lafaz yang terletak sesudah adat qasam yang di jadikan sandaran dalam bersumpah.
    Ada tujuh macam maqsam bih dalam Al-Qur’an yaitu:
Dengan zat alam atau sifat-sifatnya, terdapat dalam surat Maryam: 68, Al-Hijr: 92,Al-Ma’rij: 40 Al-Taghabun: 7, Saba’: 3 dan Yunus 53.
Dengan kehidupan nabi Muhammad SAW terdapat dalam surat Al-Hijr 72
Dengan hari kiamat terdapat dalam surat Al-Qiyamah: 1
Dengan Al-Qur’an terdapat dalam surat Yasin : 1-3
Dengan makhluk, berupa benda angkasa seperti bintang, bulan, fajar dan sebagainya seperti terdapat dalam surat Al-Najm : 1-2, Al-Syam; 1-2,Al-Fajr: 1-5 dan Al-Nazi’at: 1-6.
Dengan makhluk yang berupa benda bumi seperti buah tin, zaitun, negara yang aman dan sebagainya, seperti buah dalam surat Al-Tin:1-4
Dengan waktu dhuha, ashar, malam dan sebagainya seperti dalam surat Al-dhuha: 1-3 dan Al-Ashv: 1-2
Allah telah bersumpah dalam zat Nya sendiri dalam Al-Qur’an ada tujuh 7 tempat.
Orang  yang kafir menyangka bahwa mereka sekali-kali akan tidak akan dibangkitkan. Katakanla : tidak demikian, demi tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan . “ At-Tagabun (64:7 )
Dan orang kafir berkata ; hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami. Katakanlah : pasti datang, demi tuhanku, sungguh kiamat itu pasti akan datang kepadamu.” Saba’ (34:3 )
Dan mereka menanyakan kepadamu : Benarkah azab yang dijanjikan itu ? Katakanlah : ya, demi tuhanku, sesungguhnya azab itu pasti benar. “ Yunus (10:53 )
        Dalam ketiga ayat ini  Allah memerintahkan Nabi agar bersumpah dengan zat-Nya.
Demi tuhanmu,sungguh kami akan membangkikan mereka bersama syetan. “Maryam (19:68 )
“ Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan menanyai mereka semua. “ Al-hijir (15:92 )
“ Maka demi Tuhanmu mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan mu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. “ An-nisa’ (4:65 )
“ Maka aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat. “ Al-Ma’arij (70;40)
       3. Muqsam 'alaih
     Muqsam 'alaih (jawab qasam) adalah suatu ungkapan yang karenanya sumpah di ucapkan. Jawab qasam tersebut haruslah berupa hal-hal yang layak untuk di munculkan suatu qasam terhadapnya, misalnya hal-hal gaib untuk menetapkan keberadaannya.
         Didalam Al-Qur’an secara garis besar Allah bersumpah tentang hal-hal sebagai berikut:
Pokok-pokok keimanan dan ketauhidan dalam surat Asyafat 1-4
                 
     Artinya:
 “Demi ( rombongan ) yang bersaf-saf dengan sebenar- benarnya. Dan demi ( rombongan ) yang melarang dengan sebenar-benarnya ( dari perbuatan-buatan maksiat ). Dan demi
( rombongan ) yang membacakan pelajaran. Sesungguhnya tuhanmu benar-benar Esa.”
Yang menjadi muksam alaihi dalam ayat ini adalah sesungguhnya tuhanmu benar-benar Esa’’ jawab qasam atau muksam alaihi terletak sesudah fi'il qasam dan muqsambih.
 2. Penegasan bahwa rasulullah benar-benar utusan Allah terdapat dalam surat yasin: 1-3.
 3. Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar mulia terdapat dalam sural Al-Wakiah: 75-76
 4. Penegasan tentang balasan, janji dan ancaman yang benar-benar terlaksana dalam surat      Azzariat: 1-6.
 5.  Keterangan tentang ihwal manusia terdapat dalam surat Al-Lail : 1-4.
    Disamping itu terdapat juga dalam surat Al-Qur’an yang muqsam allaih dihilangkan, hal ini disebabkan:
Untuk menjawab kondisi kasam seprti ayat diatas memerlukan maqsam ‘alaih.
Karena jawab qasamnya sudah ditunjukkan oleh ayat yang tertera sesudahnya, seperti dalam surat Al-Qiamah ayat 3-4.yang berbunyi;
              
Artinya ;
“Apakah manusia mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan ( kembali ) tulang berulang. Bukan demikian, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.”
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan jawab qasam tidak disebutkan apabila dalam muqsam bih sudah terdapat indikasi yang menunjukkan depda muklsam alaih  dapat pula di pahami bahwa qasam bertujuan untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam alaih.
Urgensi qasam dalam Al-Qur’an
Qasam dalam Al-Qur’an dengan muatan yang rahasia yang secara esensial bagaimana supaya pesan-presan Al-Qur’an supaya sampai kepada manusia terutama untuk orang yang masih ragu-ragu, menolak bahkan ingkar terhadap kebenaran ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Ada 3 macam pola penggunaan kalimat berita, yaitu: ibtida, thalabi dan ingkari.
    “Untuk orang yang nertal atau wajar-wajar saja terhadap eksistensi suatu berita, tidak ragu-ragu dan tidak  mengingkarinya, untuk yang seperti ini biasanya dipergunakan kalam ibtidha
( berita tanpa penguat ). Untuk orang yang ragu-ragu terhadap suatu kebenaran suatu berita sehingga kalam yang disampaikan kepadanya perlu diberikan sedikit penguat yang disebut dengan kalimat thalibi ( kalimat penguat taukib ) untuk meyakinkan dan menghilangkan keraguannya.
    “Untuk orang yang bersifat ingkar dan selalu menyangkal kebenaran suatu berita, untuk kondisi seperti ini beritanya harus disertai dengan kalam ingkari ( diperkuat sesuai dengan kadar keingkaran )”. Karena manusia menerima ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai sikap yang bebeda-beda, ada yang menerima, ada pula yang meragukan bahkan mengingkari. Oleh karena itu SWT mempergunakan kalimat sumpah (qasam) dalam Al-Qur’an guna untuk menghilangkan keraguaan, melenyapkan kesalah pahaman, menegakkan hujjah, menguatkan berita dan menetapkan hukum dengan cara yang paling sempurna. Berarti dapat penulis sampaikan bahwa setiap ada qasam dalam Al-Qur’an menandakan suatu berita serta ajaran yang mesti diperhatikan .
Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa urgensi pengguna qasam adalah;
memperkuat informasi yang hendak disampaikan
menyampaikan hujjah atau algumentasi












BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Dari uraian diatas kami dapat menyimpulkan bahwa Aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an.Selain pengertian diatas, qasam dapat pula diartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih.
Unsur-Unsur dari Qasam yaitu
  fi’il qasam
 Al-Muqsam bihi
Muqsam ‘alaih
       Jenis - jenis Aqsamul Qur’an ialah    
1. Qasam zhahir (nampak/ jelas
2. Qasam Mudhmar (tersimpan/ samar)
Bentuk - Bentuk Aqsamul Qur’an adalah 
Bentuk Asli
Ditambah huruf La.
      Manfaat Aqsamul Qur’an 
Mempertegas dan memperkuat berita yang sampai kepada pendengar.
Memberikan nilai kepuasan kepada pembawa berita yang telah menggunakan Qasam.
Mengagungkan sifat dan kekuasaan Allah
 saran
Demikian yang dapat kami uraikan mengenai aqsamul qur’an,penulis minta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca , semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.




DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Mahmud, .1989.Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT Hidakarya Agung
Qaththan, Ma’na Khalil.2009.Study Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Penerjemah Mudzakir  AS , Judul asli ’’Muhabits Fi ‘Ulum Al-Qur’an’’, Bandung; Lentera Antarnusa,cet. Ke-4
Sayuti, Jalaluddin, Al-Itqan fi’ .2000.Ulum Al-Qur’an, Beirut; Dar al Kutub Al-Ilmiyah
Zarkasyi, Dadr al-di Muhammad bin Abdullah, al-Burhan fi .1998.‘Ulum al-Qur’an, Beirut; Dar al-Fikr,  cet. Ke-3 
Muhammad, Teuku,.2002.lmu – ilmu Al Qur’an,Semarang : PT Pustaka Rizki Putra

ULUMUL QUR.AN PEMBAHASAN QASHASH AL-QUR’AN

2013
PENDAHULUAN

Al- Qur’an merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar. Oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi kandungan Al- Qur’an sehingga akan diketahui hakekat makna dalam Al- Qur’an itu. Untuk mengetahui kandungan Al- Qur’an itu diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama ulumul Quran.
Menurut Az-Zarqani, ulumul quran merupakan suatu bidang studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, baik dilihat dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Al- Qur’an dan sebagainya.
Di dalam Al- Qur’an banyak di kisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al- Qur’an dapat diketahui beberapa kisah  yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam; seperti kisah Nabi dan kaumnya.












QOSHASH AL-QUR’AN


Pengertian Qashash Al-Qur’an.

Menurut bahasa kata qashash berupa bentuk jama’ dari kata Qishshah yang berarti mengikuti jajak atau menelusuri bekas atau cerita atau kisah. Senada dengan pendapat Manna Khalil al-Qathan al-Qashash adalah tatabi’ al-atsar yang berarti mengikuti jajak.
Sedangkan menurut istilah Qashash dalam al-Qur’an adalah kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan ihwal um 
Qashash al qur’an adalah pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat dahulu dan Nabi-nabi mereka serta periistiwa-peristiwa yang terjaini dan masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Manna Khalil al-Qathan Qashash yaitu “ Pemberitaan tentang umat di masa lalu, Nabi-nabi yang te lah lalu dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.
Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang lalu, nubuwat (kenabian)yang terdahu dan peristiwa-peristiwa yang telahterjadi.  Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat.

Macam-macam kisah dalam al-qur’an
Kisah-kisah dalam al qur’an ada tiga macam,diantaranya adalah:
kisah para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.

Surah Hud:24-25

kisah-kisah menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ashabul kahfi.

Surah Albaqoro: 249



kisah-kisah menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW. Seperti perang badar, perang uhud, perang ahzab,bani quraizah, bani nadzir dan zaid bin haritsah dengan abu lahab,pristiwa isra’ mi’raj, dan beberapa pristiwa lainnya sebelum dan sesuddaah kerasulan Muhamad.

Surah al isra’:1






Perbedaan Kisah dengan Sejarah

Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarih, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti “keterangan yang telah terjadi di kalangannya pda masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada”. Dalam bahasa inggris sejarah disebut history, yang berarti “ pengalaman masa lampau dari pada umat manusia” the past experience of mankind.
Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian maa silam yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup  yang luas.
Jadi penekanan pada sejarah adalah fakta, artinya sejarah merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi. Dengan begitu salah satu unsur yang paling dasar dalam sejarah adalah pembuktian bahwa memang peristiwa tersebut memang terjadi, baik dengan saksi yang melihatnya adatupun dengan bentuk bukti lain seperti tulisan dang sebagainya.
Sedangkan kisah adalah cerita, berita atau keadaan. Dalam pendidikan islam kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaianlain selain bahasa. Jadi bisa disimpulkan kisah tidaklah mesti sebuah fakta, bisa saja berupa fiktif. Sifatnya yang berupakan bagian dari sastra menjadikan kisah harus dipandang terlepas dari apakah ia memang terjadi atau tidak. Tujuan utama kisah adalah penyampaian pesan-pesan kepada pendengar. Jadi perbedaan kisah dengan sejarah dapat dilihat kepada:

1. Fakta.
2. Tujuan.
3. Sifat.

Urgensi mempelajari Kisah dalam Al- Qur’an

Di antara urgensi mempelajari kisah dalam al-qur’an adalah :

1. Menjelaskan dasar-dasar dakwa agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat yang disampaikan para Nabi.
2. Menguatkan hati nabi Muhammad dan memperkuat keyakinan kaum mukminin.
3. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa para Nabi yang terdahulu adalah benar.
4. Membuktikan kebenaran informasi yang berasal dari Muhammad.
5. Menarik minat pembaca.
6. Menjelaskan tentang kerasulan kepada ummat.
7. meringankan beban jiwa nabi Muhammad dan para pengikutnya.
8. Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketentraman.
9. Membuktikan kerasulan Muhammad dan mu’jizatnya.









KESIMPULAN

Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Sebagian isi kandungan dalam Al-Qur’an kebanyakan memuat tentang Qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).
Qashashul Qur’an adalah kabar-kabar dalam Al-Qur’an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Tujuan kisah Al-Qur’an adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
Karakteristik kisah Al-Qur’an adalah Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar.
Faedah kisah dalam Al-Qur’an adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.





DAFTAR PUSTAKA


Zaini, Hasan, dan Radiatul Hasnah, Ulumul Qur’an, Batusangkar : STAIN Batusangkar Press, 2010
Al-Qaththan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2009
Zulhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:  PT Bumi Aksara, 2004 
 Syadali Ahmad, dan Ahmad rofi’i, Ulumul Qur’an II,  Bandung:  CV Pustaka Setia, 2000
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
























DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Data diri
Nama             : SUCI RAHMADANTI
NIM             : 181 001 1101
Tempat tanggal lahir     : Koto Tangah, 8 Maret 1994
Jenis kelamin         : Perempuan
Agama         : Islam
Alamat         : Tanjung Barulak
Program pendidikan     : PPKT-1 Tahun
Jurusan         : Informatika Komputer



Latar belakang pendidikan
TK         : Aisyah Tanjung Barulak
SD         : SDN 10 Tanjung Barulak
MTsN         : MtsN Tanjung Barulak
MAN         : MAN 2 Batusangkar