Sabtu, 10 Oktober 2015

ULUMUL QUR.AN PEMBAHSAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

Pendahuluan
Alqur’an adalah kitab Allah yang menjadi pedoman bagi manusia pada umumnya. Siapa yang aktif dan kreatif akan mendapatkan petunjuk alqur’an melalui pengkajian dan pemahaman secara mendalam terhadap kitab Allah tersebut. Mulai awalnya turun tak satupun kalimat-kalimatnya ayat-ayatnya dan surat-suratnya mengalami perubahan, baik dalam bentuk perubahan maupun pengurangan. Keotentikan alqur’an akan tetap terpelihara sampai akhir masa, karena sudah mendapat jaminan dari yang maha pelihara, Allah SWT.
Upaya pemeliharaan  Alqur’an oleh Allah dan umat islam telah berjalan sepanjang sejarah kaum muslimin sejak zaman nabi Muhammad SAW, dan terus berlanjut hingga kini dan dimasa-masa mendatang. Sejarah telah membuktikan kebenaran pemeliharaan kesucian alqur’an dari kemumngkinan ternodanya wahyu Allah SWT, oleh siapa, kapan, dan dimanapun

















Pemeliharaan Alqur’an
Pemeliharaan Alqur’an Pada Masa Nabi
Pemeliharaan Alqur’an pada masa Nabi dikenal dengan istilah pengumpulan Alquran (Jam’u Alqur’an) yang mempunyai dua arti, yaitu:
Pertama: pengumpulan dalam artinya hifzuhu (meghafal dalam dada).  Jamma’u alquran artinya huffazuhu (orang yang menghafalnya dalam hati).
Kedua    : pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan quran semuanya) baik dengan memisahkan ayat-ayat dan surah-surahnya.
Pada masa Nabi, Alqur’an belum dibukukan teksnya karena dua hal, yaitu: belum adanya kehawatiran terjadi perbedaan diantara sahabat, karena Nabi masih ada sebagai satu-satunya narasumber, dikhawatirkan adanya teks yang bakal dinaskah oleh teks yang datang kemudian.
Gerakan Menghafal dan Menulis Alqur’an pada Masa Nabi
Penghimpunan Alqur’an dalam arti penghafalannya dan menyemayamkan dalam hati, telah dikaruniakan Allah SWT kepada Rasulnya yang lebih dulu sebelum kepada orang lain, beliau dikenal dengan sayyidul-huffadz dan sebagai Awwalul Jumma’, manusia pertama yang menghafal alqur’an. Qurthubi mengatakan:”tujuh puluh ornag diantara mereka gugur didalam peperangan Bi’ir Ma’unah sedangkan dimasa Rasulullah sebanyak itu pula yang telah gugur, tujuh puluh nama itupun tidak disebutkan secara berturut-turut didalam riwayat yang terdapat di dalam Shahih Bukhari.


Penulisaan Alqur’an pada masa Nabi,
setiap wahyu yang turun terlebih dahulu Nabi Muhammad memahami dan menghafalnya, kemudian disampaikan dan diajarkan kepada para sahabatnya persis seperti apa yang diterimanya wahyu tersebut ditulis dan dicatat oleh penulis wahyu yang disebut Kuttub al-Wahy yang dibentuk oleh Rasulullah, terdiri dari sahabat yang telah dapat menulis dan membaca. Para penulis wahyu itu ialah: Abu Bakar al-Shiddiq, ‘Umar ibn al-Khattab, ‘Usman ibn Affan,’Ali ibn Abi Thalib, ‘Amer ibn al-Ash, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, Yazid ibn Sufyan, al-Mughirah ibn Syu’ban, Zubair ibn al-‘Awwam, Khalid ibn al-Walid, al-‘Ala al-Hadharamiy, Muhammad ibn Salamah, Ubay ibn ka’ab, Zaid ibn Tsabit ibn Sais ibn Syammas, Abdullah bin al-Arqam, Tsabir bin Qiyas, Syurabil bin Hasanah. Mereka menuliskan wahyu yang diterima oleh Rasulullah pada benda-benda yang lazim dipaki pada masa itu sebagi alat tulis, seperti pelepah korma, batu, tulang belulang hewan atau kulit-kulit hewan yang telah disamak. Dalam rangka penulisan Alqur’an ini Rasulullah mengeluarkan suatu peraturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat Alqur’an sajalah yang boleh dituliskan. Adapun hadist-hadist atau pelajaran-pelajaran lain juga mereka diterima dari Rasulullah tidak boleh menuliskan dimasa itu.
Sebagaimana sabda rasulullah SAW dalam hadistnya yang berbunyi :
لا تكتبو ا عنى و من كتب عنى غير القر ان فليمحو ه (رواه البخارى ومسلم)
Artinya : “janganlah kamu menuliskan dariku, dan siapa yang menulis dariku selain Quran hendaklah ia menghapusnya”.
Rasullullah menggerakan kaum muslimin untuk memberantas buta huruf,antara lain sebagai berikut:
1).  Memberikan penghormatan dan penghargaan yang tertinggi pada orang-orang yang telah pandai menulis dan membaca.
2).  Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha pemberantasan buta huruf
Penulisan Alqur’an  dimasa rasulullah dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tadwin Alqur’an, semua Alqur’an itu telah dituliskan dan telah tersusun menurut petunjuk rasul, walauun surat-suratnya belum tersusun seperti sekarang. Adapun jam’u Alqur’an yaitu pengumpulan atau penulisan ayat-ayat itu kembali dengan sistem yang lebih teratur dalam satu mushaf yng terdiri bahan-bahan dan ukuran yang sama.
Kegiatan-kegiatan dalam mentadwinkan Alqur’an dimasa Rasulullah itu menurut yang diterangkan oleh riwayat-riwayat adalah terjadi dalam periode yang kedua yaitu periode madaniyah.
Faktor Pendorong Gerakan Menghafal dan Menulis Alqur’an di Masa Nabi
Rasulullah adalah hafiz (penghafal) Alqur’an yang pertama dan merupakan contoh paling baik para sahabat dalam menghafalnya. Menurut M. Quraish Shihab, faktor yang menjadi penunjang terpeliharannya dan dihafalkannya ayat-ayat Alqur’an, yaitu sebagai berikut:
Masyarakat Arab adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Satu-satunya andalan mereka adalah hafalan
Masyarakat Arab khususnya pada masa Alqur’an dikenal dengan masyarakat sederhana dan bersahaja, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup.
Melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang fikiran dan hafalan
Meyakini bahwa ayat-ayat Alqur’an adalah kebahagian dunia dan akhirat.
Alqur’an menganjurkan kepada kaum muslimin untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Alqur’an dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.
Ayat-ayat Alqur’an turun sedikit demi sedikit, hal itu lebih mempermudah perencanaan maknanya dan proses penghafalannya.
Adapun yang mendorong timbulnya penulisan Alqur’an pada masa Nabi Saw, sebagai berikut:
Karena referensi pengumpulan Alqur’an adalah hafalan dan tulisan
Penyampaian wahyu berdasarkan hafalan para sahabat tidak memadai karena mereka tidak luput kelupaan dan kematian,, sedangkan tulisan akan kekal dan tidak akan hilang.
Sedangkan penyebab Nabi SAW tidak menghimpun Alqur’an dalam satu tempat adalah sebagai berikut:
Nabi tidak dapat selamanya mengikuti runtutan penurunan wahyu dan penurunan sebagai ayat yang mengahpus (nasikh) sebagian hukum dan lafaznya
Penerbitan atau sistematis ayat dan surat-surat Alqur’an tidaklah berdasar pada urutan penurunannya, melainkan berdasarkan kesesuian atau hubungan antar ayat.
Proses Pelaksanaan Penghafalan dan Penulisan Alqur’an
Firman Allah Swt, yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Melalui malaikat jibril dinamakan al-quran. Agar tidak bercampur antara ayat-ayat alqur’an dengan hadits/sunnah, nabi menyarankan sahabat agar mereka hanya menulisakan al-quran dan tidak menuliskan hadits, bagi sahabat yang sudah menulis agar dihapus.
Agar wahyu tetap terpelihara dengan baik, nabi menerapkan beberapa kebijakan sebagai berikut:

Setiap wahyu yang turun dari allah swt,selalu disampaikan kepada sahabat untuk dipahami, diamalkan seterusnya dihafal. Dalam kitab shahihnya Bukhari mengemukakan tentang tujuh orang hafiz melalui tiga riwayat mereka adalah:


1). Dari Abdullah bin amr bin ash dikatakan:
“aku telah mendengar Rasulullah berkata:ambillah al-quran dari empat orang:Abdullah bin Mas’ud, Salim, Muaz, dan Ubay bin Ka’ab”(HR.Bukhari)
2). Dari Qatadah dikatakan:
“aku telah bertanya kepada Anas bin Malik: siapakah orang yang hafal al-quran dimasa rasulullah? Dia menjawab:’empat orang , semuanya dari anshar:Ubay bin ka’ab, Muaz bin jabl, Zaid bin Tsabit, dan Abi Zaid,’.aku bertanya kepadanya:siapakah Abu Zaid itu?ia menjawab :’salah seorang pamanku’”(BR.Bukhari)
3). Diriwayatkan melalui Zaid bin Tsabit, dari anas yang mengatakan:
Rasulullah telah wafat sedang alqur’an belum dikumpulkan kecuali oleh empat orang:Abu darda’Muadz bin jabal,Zaid bin tsabit dan Abu Zaid”(HR.Bukhari)

Nabi menunjuk beberapa sahabat yang pandai penulis sebagai pencatat wahyu. Pencatat wahyu yang terkenal seperti Abu bakar, Umar, Ustman dan Ali,Abban dan Khalid (keduanya anak zaid),Khalid bin Walid, Muawiyah bin Abi sufyan, Zaid bin stabit, Ubay bin Ka’ab.
Disamping dua hal diatas, nabi mengangkat pula beberapa orang sahabat yang pandai baca al-quran (qurra) untuk mengajarkan al-quran, baik bagi yang baru masuk islam maupun bagi yang sudah lama.
Rasulullah setiap bulan ramadhan, mendengarkan bacaan al-quran secara sempurna dari pembawa wahyu,yaitu malaikat jibril.
Sebelum rasulullah wafat, beliau sempat mencocokkan hafalan al-quran beberapa sahabat (huffaz) dengan hafalan beliau (sebagai sayyidu al-huffaz).
Diantara sahabat ada yang sudah menghafal seluruh al-quran pada masa nabi hidup dan ada pula yang menyempurnakan hafalanya setelah nabi wafat.  Diantara para penghafal (huffaz) Alqur’an adalah :
Dari kelompok Muhajirin antara lain:Abu bakar, Umar bin Khattab, Ussman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah dan Sa’ad, Ibnu Mas’ud, Huzaifah, Salim dan Hurairah, Abdullah bin As-said, al-Abadillah (Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amru bin Ash, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Zubair bin awwam).
Dari kelompok anshar adalah :Ubadah bin Ash-Shamit, Muadz (Abu Halimah), Mujammi’ bin Jariyah Fadholah bin Ubaid dan Maslamah bin Mukhallad.
Dari kelompok wanita , adalah :Aisyah, Hafsah, dan Ummu salamah,Ummu waraqah binti Abdillah bin al-Harits(dijuluki asy-Syahidah).
Selain yang disebut diatas:Mu’az bin Jabar Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Stabit, Abu Said As-Saka, Abu Darda’,Abu Ayyub,Saad bin Ubaid, Abu Tamim, Abu Musa al-Asy’ari, Qaus bin Abi Sh’sha’ah, Abu Hurairah dan lain-lain.

Pemeliharaan Alqur’an Pada Masa Abu Bakar
    Abu bakar diangkat menjadi khalifah setelah kematian Rasulullah SAW, pekerjan pertama yang ia lakukan adalah memerangi orang-orang murtad dan menghapuskan fitnah. Ketika terjadinya peristiwa Yamamah pada tahun ke 12 hijriyah, dan banyak diantara pengahfal yang meniggal dunia hingga menurut satu pendapat mencapai 500 orang, dan pendapat lain mengatakan 700 orang. Oleh karena itu Umar telah mengisyaratkan kepada Abu Bakar untuk menghimpun alqur’an dalam satu tempat, dalam lembaran-lembaran yang terkumpul dari pada kececeran dalam ujung daun kurma, batu-batu datar, kulit-kulit dan sebagainya dan pengumpulan alqur’an tersebut dianjurkan oleh kaidah-kaidah agama dan syari’at.
    Hal ini akan mengakibatkan habisnya secara berangsur-angsur orang yang hafal Alqur’an. Kalau ini benar-benar terjadi kemudian, niscaya tidak akan lagi terpelihara dengan semestinya. Ini disebabkan karena yang menjadi faktor pertama dimasa itu dalam memelihara Alqur’an ialah hafalan mereka. Menanggapi usulan Umar untuk mengumpulkan Al-qur’an maka khalifah Abu bakar menuaskan Zait bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-qur’an, yang sudah ditulis tulang-belulang, batu, daun korma. Dan menyalinnya kembali, serta salinan tersebut dikembalikan kepada khalifah Abu bakar untuk disimpan.  Dikumpulkannya al-Qur’an itu bukan hanya saja dari tulisan-tulisan yang telah ada pada lembaran-lembaran yang telah ditujukan diatas, bahkan juga didengarkan pula dari mulut orang yang hafal Alqur’an, kenudian dituliskannya kembali pada lembaran-lembaran yang baru, dengan susunan ayat-ayatnya tetap seperti yang ditunjukan Rasulullah. Lembaran-lebaran mushaf kemudian diberi nama dan disimpan sendiri oleh khalifah Abu Bakar kemudian oleh khalifah umar.
Dari sejarah dapat diketahui, bahwa pada pemerintahan Abu Bakar ini, kaum muslimin tiada henti-hentinya menghadapi perperangan, di mulai dari perperangan redah, kemudain dari huruf alfats (perang penakhlukan).peperngan ini hampir meminta seluruh dan tenaga kaum muslimin sehingga amat sedikitlah tenaga pikiran mereka, yang dapat digunakan pemeliharaan Alqur’an, adapun tulisan-tulisan yang ditulis pada masa Rasulullah belumlah menentramkan kaum muslimin akan terpeliharanya Alqur’an itu,   
Faktor pendorong penulisan Alqu’an pada masa Abu Bakar adalah kekhawatiran hilangnya Alqur’an akibat kematian sejumlah besar para penghafal dalan peperangan.
Pemeliharaan Alqur’an Pada Masa Usman bin Affan
Hudzaifah mengutarakan kekhawatirannya tentang perbedaan bacaan Alqur’an dikalangan muslimin. Kepada Usman, Hudzaifah berkata:”Ya Amirul mu’munin, persatukanlah segera umat ini sebelum mereka berselisih mengenai Kitabullah sebagaimana yang terjadi dikalangan Yahudi dan Nasrani. Khalifah ‘utsman kemudian mengirim sepucuk surat kepada Hafshah, berisi permintaan agar Hafshah mengirimkan mushaf yang disimpannya untuk disalin menjadi beberapa naskah. Bersamaan dengan itu Khalifah ‘Utsman memerintahkan supaya semua catatan tentang ayat-ayat Alqur’an atau mushaf lain yang bertebaran dikalangan muslimin, segera dibakar.
riwayat Hadits shahih menyebut ada lima masalah penting:
Perbedaan cara membaca Alqur’an itulah yang sesungguhnya menjadi pendorong utama bagi ‘Utsman untuk memerintahkan penyalinan mushaf Hafshah menjadi beberapa naskah.
Komisi yang bertugas menyalin mushaf terdiri dari emapt orang.
Komisi empat orang tersebut menggunakan mushaf Hafshah sebagai dasar salinan, yang bersandar pada mushaf asli hasil kondifikasi atas perintah khalifah Abu Bakar.
Alqur’an diturunkan dalam bahasa Arab dialek Quraisy, dialek yang diutamakan bagi penulisan nash al-Qur’an.
Khalifah ‘Utsman mengirim salinan mushaf hasil kerja komisi empat orang kedaerah-daerah.
Utsman  mengadakan penelitian terhadap suhuf yang telah sempurna pengumpulanya pada zaman abu bakar dan umar. Suhuf yang disimpan hafsah itulah yang mewarnai mushaf pertama yang dijadikan sebagai pegangan.
Dengan demikian khalifah dapat mengatasi benih-benih perpecahan dikalangan umat dalam masalah bacaan Alquran. Ada beberapa keistimewaan mushaf ini, diantaranya :
Mushaf ini ditulis berdasarkan riwayat yang mutawatir bukan riwayat ahad.
Mushaf meninggalkan ayat yang dinaskah bacaanya.
Tertib susunaya (ayat dan surat) sesuai dengan tertib ayat dan surat yang dikenal sekarang ini.
Penulisanya berdasarkan cara yang dapat menghimpun segi bacaan yang berbeda-beda dan huruf-hurufnya sesuai dengan diturunkanya Alquran 7 huruf
Menjauhkan segala sesuatu seperti tafsiran yang bukan Alquran, sebagian orang (sahabat) dalam mushaf pribadinya.
Menurut ulama, yang paling akhir mengecek al-quran adalah Zaid bin Tsabit. Sehingga khalifah Abu Bakar dan Usman menunjuknya menjadi panitia pengumpul Alqur’an. Semuanya diambil dari hafalan didada, yang ditulis dengan huruf.inilah dinamakan pengumpulan utama dari Alqur’an.
Alqur’an itu ada tujuh bahasa di antaranya:
a).  Bahasa Quraishy
b).  Bahasa Huzaid
c).  Bahasa Tsaqif
d).  Bahasa Huwazan
e).  Bahasa Kinanah
f).  Bahasa Tammi
g).  Bahasa Yaman
Dari ketujuh bahasa tersebut maka yang di pilih menjadi bahasa dalam penulisan mushaf Ustmani adalah bahasa Quraishy karena beberapa alasan:
Nabi Muhammad adalah orang Quraishy.
Ayat yang dominan adalah bahasa Quraishy.

Alqur’an di buat dalam:
Bahasa Quraishy
Rasm Ustmani
Mushaf Ustmani
Bacaan Hafsah

Usaha Pemeliharaan Alqur’an Setelah Khalifah yang Empat
Setelah masa khalifah, pemeliharaan Alqur’an terus dilanjutkan dan disempurnakan, dengan cara memberi syakel dan memberi titik pada tulisan mushaf. Mushaf yang ditulis pada masa usman masih memakai tulisan khufi, tanpa titik, tanpa syakel, mad, tasdid dan tanda baca lainnya.hal ini karena pada masa itu belum ada kaedah-kaedah imla’i sebagai pedoman dalam penulisan bahasa arab.
Walaupun rasulullah telah meninggal dunia, namun Alqur’an itu akan tetap terjaga, sebagaimana firman Allah dalam surat al-hijr : 9
         
Artinya :“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
Beberapa tahun setelah khalifah usman wafat, tulisan mushaf alqur’an itu masih tetap tinggal seperti sedia kala. Namun, meskipun demikian kaum muslimin yang ada pada masa itu, umumnya terdiri dari bangsa arab dan tidak terjadi kesukaran dalam membaca atau melafadzkannya.
Tapi setelah bangsa-bangsa yang bukan bangsa arab telah memeluk islam, dan bangsa arab itu sendiri yang tinggal di bagian kota, sudah mulai rusak bahasanya, maka banyaklah orang yang salah membaca ejaan-ejaan pada tulisan mushaf itu. Karena adanya kesalahan sebagian kaum muslimin dalam membaca tulisan-tulisan mushaf itu, maka pemimpin islam merasakan pentingnya menciptakan tanda-tanda tersebut untuk membedakan bunyi masing-masing huruf guna menghindarkan kesalahan tersebut.
Kemudian dimulailah usaha kearah itu setingkat demi setingkat, sehingga akhirnya sempurnalah tulisan-tulisan tersebut seperti yang kita baca pada saat sekarang ini.usaha-usaha tersebut adalah :
Pada masa pemulaan pemerintahan daulah bani umayyah seorang pembesar bernama Zaid Ibnu Abihi meminta kepada Abu Al-aswad Al-Duwali untuk menciptakan syakel sebagai tanda bunyi huruf-huruf. Menurut suatu riwayat Abu Al-aswad hanya meletakkan syakel itu pada huruf terakhir saja dari masing-masing perkataan. Langkah selanjutnya yaitu pada masa pemerintahan Abdul Al-malik ibn Marwan, Al-Hajjaj ibn Yusuf Al-syakafits meminta kepada nashr ibnu ‘asyim supaya ia memberi titik kepada huruf yang serupa bentuknya. Maka terbentuklah titik-titik berupa garis-garis pendek. Akhirnya datanglah Al-khalil ibn Ahmad (w.170 hijriah). Ahli nahwu yang mashur mengadakan perubahan-perubahan terhadap ciptaan abu al-aswad dan nashr, seperti :
Sebagai harkat dipakainya huruf yang menjadi sumber bunyi bagi harkat-harkat itu. Diletakkannya huruf waw kecil didepan huruf sebagai tanda bunyi dammah, karena waw  kecil itu sebagai sumber bunyi (u) maka diletakkannya ya  kecil dibawah huruf sebagai tanda kasrah, maka berubahlah bunyi menjadi (i). Diletakkannya huruf alif kecil berbaring diatas huruf sebagai tanda fathah,  maka bunyinya menjadi (a).
Sebagai titik huruf Al-khalil membuatnya sepertiapa yang dapat dilihat pada saat sekarang ini.
Selain dari itu diciptakan pula tanda lain seperti tanda tasdid, mad, syukun dan lain-lain.
Maka demikianlah para sahabat dan generasi setelahnya dalam memelihara Alqur’an. Begitu banyak usaha yang mereka lakukan, dan ini patut dihargai.







KESIMPULAN
Pemeliharaan Alqur’an dari awal semenjak turunya sampai sekarang ini dilakukan beberapa cara yaitunya: pada masa nabi dilakukan dengan cara menghafal. Dan selanjutya pada masa khalifah rasyidin dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menghafal dan juga menuliskannya. Sehingga puncaknya pada masa khalifah Ustman, yaitu dengan dibukukan nya Alqur’an dan disebar kebeberapa daerah.
Sehingga dengan atau berkat usaha para sahabat tersebut sampailah Alqur’an seperti yang kit abaca pada sa’at sekarang ini. 























DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abresyi, Muhammad. Dasar-Dsar Kependidikan Islam. 1974
Al-Maraghi, Mustofa. Tafsir al-Maraghi. Beirun. 1974
Al-khattan,Manna’ khalil. Studi Ilmu-Ilmu Alqur’an. P.T.Pustaka Litera Antar Nusa.Bogor.1996.
Chalik,chaeredji abd. ’Ulumul Alqur’an. Diadir Media.Jakarta. 2007.
Syuhbah,Muhammad bin Muhammad Abu.Studi ‘ulumul Qur’an. Pustaka Setia.Bandung.1992.
Zaini,Hasan dan Radhiatul Hasnah.’Ulum Alqur’an. STAIN Batusangkar Press. Batusangkar.2011.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar