Jumat, 09 Oktober 2015

HADIS 1 PEMBAHASAN Kandungan Hadits tentang Wudhu’ Tayamum, dan Mandi




KATA PENGANTAR
Assalamu’alaykum waroh matullahi wa barokatuh.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga hembusan nafas yang Dia berikan menjadi sebuah kesempatan luar biasa bagi pemakalah untuk dapat menyelesaikan tugas awalnya.
Tidak terlupa, shalawat barangkaikan salam cinta yang tiada akhirnya teruntuk pahlawan revolusi ummat islam, yakni baginda Muhammad SAW yang telah menjadi kompas bagi hamba-hamba Allah menuju syurgaNya sehingga kita ditunjukkan ke arah yang haq menuju keridhoan Allah SWT.
 Tanpa henti bersyukur, ucapan terima kasih ini juga dipersembahkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta, yang setia memberi dukungan dan semangat serta mendo’akan kami agar senantiasa mendapatkan hikmah dari ilmu yang kami cari.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada Ibunda Salmah, M.A bersama Ibunda Azhariah Fatia, M.A dan Terakhir, kepada semua saudara/saudari yang telah menguatkan dan menemani perjuangan kami dalam menuntut ilmu, tanpa kalian semua kami hanyalah sebuah perumpamaan seorang pengayuh sampan kecil dengan dua tangan ini pada samudera yang mustahil membuat kami sampai pada tujuan kami sendiri. Semoga Allah membalasnya, Amin ya Robbal ‘alamin!
 Wassalamu’alaykum waroh matullahi wa barokatuh.

BAB I
PENDAHULUAN

Urgensi Pembahasan
Kajian konsep dan teori tentang ibadah sampai kapan pun selalu saja relevan. Pembahasan ibadah merupakan bahasan pertama dan utama yang perlu dipaparkan tujuan akhir dari ibadah yang diwajibkan Allah SWT kepada manusia adalah agar setiap perkataan, perbuatan, tingkah laku, akhlak sehari-hari, sesuai dengan manhaj dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syariat islam. Dengan menggunakan metodologi analisis yang mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Rsulullah SAW., sehingga kita pun dapat menyikapinya dengan jiwa yang bersih dan hati yang tenang.
Ibadah merupakan hal yang penting dan pilar utama yang perlu diketahui dan diamalkan agar apa yang diperintahkan oleh Allah.SWT dan ketaatan dari hambanya tercapai dengan lurus dan benar. Dan semua ketentuan tersebut telah digambarkan dan diterangkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Rsulullah SAW.
Masalah ibadah seperti bersuci, wudhu’, tayamum, dan mandi ini sangat penting dan perlu dikaji secara rinci, mendalam, dan komprehensif sehingga umat islam dapat memahami ajaran agamanya dan apa-apa yang diperintahkan Rasulnya dengan jelas, dan dapat menjalankan agamanya dengan baik dan tidak ada keraguan lagi dalam menjalankan peribadatan kepada Allah.SWT.
Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan dalam makalah ini mencakup topik-topik yang berkaitan dengan proses pelaksanaan ibadah. Cakupannya meliputi yaitu bersuci syarat syahnya shalat, tata cara wudhu’ rasulullah, tata cara tayamum, dan mandi janabah.


BAB II
PEMBAHASAN
“KANDUNGAN HADITS-HADITS TENTANG
WUDHU’, TAYAMUM, DAN MANDI”

Bersuci Syarat Sahnya Shalat
Lafaz Hadits
حَدِ يْثُ اَبِى هُرَ يْرَةَ عَنِ النَّبِىِ صَلَّى الَّلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لآتَََقْبَلُ اللَّهُ صَلاََةَاَحَدِكُمْ اِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَ ضَّأَ
    اَخْرَ جَهُ اْلبُخَا رِىْ فِ: .9 - كِتَا بِ اْلحِيَِلِ: 2- بَا بِ فِى الصَّلاَةِ

Terjemahan Hadits
Artinya : “Hadits Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW dimana beliau bersabda “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kamu ketika berhadas sehingga ia berwudhu’”.”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Tipu Muslihat” bab tentang shalat.
Asbabul Wurud Hadits
Sepanjang penelusuran penulis tidak menemukaan asbabul wurud hadits.
Penjelasan Hadits
Memenuhi segala persyaratan shalat merupakan perkara yang sangat menentukan diterimanya shalat. Terkadang suatu amalan dinyatakan sah namun tidak diterima karena adanya sebab yang menghalanginya. Perintah nabi yang terurai dalam haditsnya diatas sangatlah jelas, bahwasanya untuk beribadah kepada Allah, terlebih dahulu kita haruslah berthaharah (bersuci). Baik itu dengan berwudhu’, tayamum, dan mandi.
Sebab, ibadah seperti shalat merupakan aspek tatap muka yang secara langsung tidak memiliki perantara antara kita dengan Allah, oleh sebab itu thaharah menjadi syarat sahnya shalat yang bila tanpanya shalat kita tidak menjadi sah atau kurang sempurna.
Kata thaharah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi terambil dari kosa kata  طَهَرَ ـ يَطْهُرُ ـ طُهْرًا ـ طَهَا رَةًyang berarti suci, lawan dari haid.Kesucian itu tidak hanya berarti suci dari haid, tetapi juga suci dari najis dan kotoran batin, seperti kesucian diri dari perbuatan keji dan kesucian dari akhlak yang tercela.
Menurut istilah fiqh, thaharah ialah : menghilangkan hadas atau najis yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan hukumnya (hadas dan najis) dengan tanah.
Hadas terdiri dari dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil adalah suatu keadaan seseorang yang dapat disucikan dengan wudhu’ atau tayamum, sebagai ganti dari pada wudhu’. Sedangkan hadas besar adalah suatu keadaan seseorang yang mesti disucikan dengan mandi, seperti wanita yang sedang junub dan wanita yang sedang haid. Adapun kotoran adalah najis hakiki seperti darah, tinja, dsbg.
Ajaran kebersihan atau kesucian dalam islam antara lain terlihat dalam pensyari’atan ibadah shalat yang dilakukan setiap hari. Shalat dapat menyucikan lahiriah melalui wudhu’ yang merupakan syarat sebelum melaksanakannya. Disamping itu dapat pula menyucikan bathiniyah melalui pengesaan Allah SWT. secara umum kesucian lahiriah dan bathiniyah merupakan hakikat thaharah; sehingga dengan demikian orang yang berada dalam kondisi suci ini dapat melakukan ibadah kepada Allah SWT.
 Kecintaan Allah terhadap hambaNya yang mensucikan diri tertera dalam firmanNya didalam Q.S Al-Maidah : 6 tentang wudu’, yang berbunyi :
                                                                  
6. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Hadits diatas berfungsi sebagai bayan ta’qid yang memperkuatkan Q.S Al-Maidah : 6.
Jadi, jelaslah bahwasanya wudhu’, mandi, tayamum merupakan sebuah perintah yang harus dikerjakan oleh umat muslim sebelum shalat karena itu merupakan bagian dari thaharah. Dengan demikian, jelaslah bahwa fungsi thaharah adalah sebagai syarat untuk keabsahan suatu ibadah sebab Allah sendiri menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Tata Cara Wudhu’ Rasulullah SAW.
Lafaz Hadits
حَدِيْثُ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ دَعَا بِاِْنَاءٍ فَاَفْرَغَ عَلَى كَفَّيهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا، ثُمَّ اَدْخَلَ يَمِيْنَهُ فِى اْلاِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَ ثًا، وَيَدَيْهِ اِلَى اْلمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثَ مِرَارٍ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍاِلَى اْلكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ تَوَضَّاَْ نَحْوَ وُضُوئِ هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
      اَخْرَجَهُ البخارى فى :4 كِتَابِ الوضوء: 24 باب الوُضُوْءِ ثَلاَثًا ثَلاَثا
Terjemahan Hadits
Artinya: “Hadis ‘Usman bin ‘Affan dimana ia minta dibawakan bejana (yang berisi air) lalu ia menuangkan (air) pada kedua telapak tangan dan membasuhnya tiga kali, kemudian memasukkan tangan kanannya kedalam bejana, lalu kumur serta menghirup dan mengeluarkan air dari hidung, kemudian membasuh muka tiga kali, dan (membasuh) kedua tangan, sampai pergelangan tiga kali, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki sampai mata kaki tiga kali, kemudian ia berkata: “Rasulullah saw. Bersabda:”Barang siapa yang berwudhu’ seperti wudhu’ku ini kemudian shalat dua rakaat dimana ia tidak bercakap-cakap dalam hati sewaktu mengerjakan shalat itu maka diampunilah dosanya yang telah lewat”.”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadis ini dalam “Kitab Wudhu’” bab tentang wudhu’ itu tiga kali-tiga kali.

Asababul Wurud Hadits
Nabi SAW melihat ada seorang sahabat yang ketika berwudhu’ tumitnya tidak terbasuh, lalu Nabi mangatakan “tumitnya itu akan terjilati oleh api neraka”. Dengan demikian dengan hadits inilah Nabi SAW mengungkapkan dan mengajarkan beberapa cara-cara berwudhu’.
Penjelasan Hadits
Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa tata cara berwudu’ yang diuraikan Nabi Muhammad itu diantaranya menuangkan air ke telapak tangan dan membasuh telapak tangan itu sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta menghirup dan mengeluarkan air dari hidung,kemudian membasuh mua sebanyak tiga kali, dan membasuh kedua tangan sampai pergelangan sampai tiga kali, kemudian mengusap kepala sekurangnya sebatas ubun-ubun yang beriringan dengan membasuh telinga, kemudian membasuh kedua kaki sampai mata kaki tiga kali.
 Wudhu’ secara etimologi berarti kebersihan (اَلنَّظَا فَةُ) . Kata الْوُضُوْءُ  dengan dhummah الْوَاوُ  adalah nama bagi suatu perbuatan, yaitu menggunakan air bagi anggota badan tertentu. Sedangkan الْوُضُوْءُ dengan fathah الْوَاوَ adalah air yang dipakai untuk berwudhu’.
Sedangkan secara terminologi, wudhu’ adalah sifat yang nyata (suatu perbuatan yang dilakukan dengan anggota-anggota badan yang tertentu) yang dapat menghilangkan hadas kecil yang ada hubungannya dengan shalat.
Allah juga berfirman didalam Q.S Al-Maidah : 6 tentang wudu’, yang berbunyi :
                 …
6. … Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…
Dapat diketahui bahwa hadits diatas sebagai bayan taqrir (memperkuat) apa yang telah dibahas dalam Al-Qur’an dan hal ini terdapat di sebagian tempat. Dan sebagai bayan tasyri’ (menambah), ketika dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan, seperti berkumur-kumur yang dalam hadits tersebut di jelaskan secara rinci dan hal inipun juga terdapat disebagian tempat. Serta sebagai bayan ta’kid.
Tata Cara Tayamum
Lafaz Hadits
حَدِيْثُ عَمَّارٍ .جَا ءَرَجُلٌ اِلىَ عُمَرَبْنِ الخَطَّابِ فَقَالَ : اِنِّي اَجْنَبْتُ فَلَمْ اُصِبِ اْلمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُبْنُ يَا سِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ: اَمَا تَذْ كُرُاَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ اَنَاوَاَنْتَ فَاَمَّااَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَاَمَّا اَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَ كَرْتُ لِنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ اْلاَرْضَ وَنَفَخَ فِيْهِمَا وَجْهَهُ ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ؟
     اْخْرَجَهُ البُخَا رِي فِى :7- كِتَا ب   اتَّيَمُّمْ:4ـ  بَابِ المُتَيَمَّمٍ هَلْ يَنْفُخُ فِيْهِمَا

Terjemahan Hadits
Artinya : “ Hadits ‘Ammar dimana ada seorang datang kepada ‘Umar bin Al-Khattab lalu berkata : “saya berjunub akan tetapi tidak menemukan air”. ‘Ammar bin Yasir lalu berkata kepada ‘Umar bin Al-Khattab : Apakah kamu tidak ingat sewaktu kami, saya dan kamu, berada dalam suatu perjalanan, dimana kamu tidak mengerjakan shalat sedangkan saya berguling-guling ditanah lalu mengerjakan shalat, lantas saya melaporkan kepada Nabi SAW. lalu Nabi SAW. bersabda : “sebenarnya kamu cukup melakukan seperti ini”. Lantas Nabi SAW memukulkan dua telapak tangannya itu ke tanah dan meniup kedua telapak tangannya itu kemudian dengan kedua telapak tangannya itu beliau mengusap muka dan kedua telapak tangannya.”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Tayamum” bab tentang apakah orang yang bertayamum itu harus meniup kedua telapak tangannya.

Asbabul Wurud Hadits
Sepanjang penelusuran penulis tidak menemukan asbabul wurud hadits.
Penjelasan Hadits
Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa tata cara yang dilakukan oleh Nabi adalah memukulkan dua telapak tangan ke tanah/debu dan meniup kedua telapak tangan itu, kemudian dengan kedua telapak tangan tadi kita mengusap muka dan dan kedua telapak tangan.
Tayamum adalah menyapukan debu yang suci kemuka dan dua tangan hingga siku dengan beberapa syarat tertentu. Fungsi tayamum adalah sebagai pengganti wudhu’ dalam keadaan tertentu sebagai rukhsah dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nisa’ : 43
…                         …
43. … dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu…



Adapun yang menjadi sebab yang membolehkan tayamum adalah :
Dalam keadaan tidak ada air
Tidak ada kemampuan untuk memakai air
Dalam keadaan sakit
Membutuhkan air
Takut kehilangan harta jika mencari air
Keadaan sangat dingin
Takut habis waktu shalat.

Mandi Janabah
Lafaz Hadits
حَدِ يْثُ عَا ءِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ،اَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسلَّمَ كاَنَ اِذَا اغْتَسَلَ مِنَ اْلجَنَا بَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَ يْهِ، ثُمَّ يَتَوَ ضَّأُ كَمَا يَتَوَ ضَّأُ للِصَّلاَ ةِ، ثُمَّ يُدْ خِلُ اَصَا بِعَهُ فِى اْلمَاءِ فَيُخَلِّلُ بِهَا اصُمُوْلَ شَعَرِهِ، ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْ سِهِ ثَلاَ ثَ غُرَفٍ بِيَدَ يْهِ، ثُمَّ يُفِيْضُ اْلمَا ءَ عَلَى جِلْدِ هِ كُلِّهِ
     اَخْرَ جَهُ اْلجُخَا رِىُفِى: 5- كِتَابِ اْلغُسْلِِ:1 بَابِ اْلوُ ضُوْءِ قَبْلَ اْلغُسْل
Terjemahan Hadits
Artinya : “Hadits ‘Aisyah isteri Nabi SAW. bahwasanya apabila Nabi SAW. mandi karena jinabah maka beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian berwudhu’ seperti wudhu’ untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jari tangannya kedalam air lalu dengan jari-jarinya itu beliau membersihkan tempat tumbuhnya rambut, kemudian menuangkan air ke atas kepala tiga cedok dengan kedua tangannya, kemudian beliau menyiramkan air kesemua anggota tubuhnya. ”

Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Mandi” bab tentang wudhu’ sebelum mandi.
Asbabul Wurud Hadits
Adanya pertanyaan dari seorang sahabat waktu setelah mandi, namun dia tidak mengetahui cara mandi, dia tidak bertanya langsung kepada Nabi tetapi bertanya kepada Aisyah karena yang bertanya itu perempuan. Tentu dalam hal ini mereka mempunyai batasan-batasan tertentu sesama perempuan.
Penjelasan Hadits
Hadits diatas menjelaskan tata cara mandi janabah atau anjuran berwudhu’ sebelum mandi janabah, yaitu pertama dilakukan dengan membasuh kedua tangannya kemudian berwudhu’ seperti wudhu’ untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jari tangan kedalam air lalu dengan jari-jari itu kita membersihkan tempat tumbuhnya rambut, kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga cedok dengan kedua tangan, kemudian menyiramkan air keseluruh tubuh.
Didahulukannya membasuh anggota wudhu’ adalah sebagai bentuk penghormatan. Dengan demikian, dapat diperoleh dua bentuk thaharah, (bersuci) sekaligus, thaharah shugra (bersuci kecil) thaharah kubra (bersuci besar). Pandangan seperti ini menjadi kecenderungan Ad-Dawudi –pensyarah Al Mukhtasar dari madzhab Syafi’I dimana ia mengatakan “lebih dahulu membasuh anggota wudhu’ sesuai dengan urutannya, tetapi dengan niat mandi junub.”
Mandi menurut bahasa adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dengan cara mengalirkan air ke badannya. Dalam bahasa arab, mandi disebut dengan al-gusl (الْغُسْلُ) .pengertian al-gusl juga mencakup kepada air yang dipergunakan untuk mandi.
Adapun menurut istilah mandi adalah menggunakan (mengalirkan) air yang suci untuk seluruh badan dengan cara yang ditentukan oleh syara’. Ungkapan “seluruh badan” mengecualikan wudhu’, karena wudhu’ menggunakan air hanya untuk sebagian anggota badan.
Para ahli fiqh telah menetapkan beberapa hal yang dipandang mewajibkan mandi, yaitu :
Jima’ (bersetubuh)
Keluar mani (sperma)
Bermimpi keluar mani
Darah haid atau nifas.
Meninggal dunia seorang muslim kecuali orang yang mati syahid.
Mengenai kewajiban mandi juga dipertegas Allah dalam firmanNya Q.S Al-Maidah : 6
…     …
… dan jika kamu junub Maka mandilah… 
Dapat diketahui bahwa Hadits diatas sebagai bayan tafsir yaitu menjelaskan ayat yang bersifat global kemudian dirinci dengan hadits tersebut. Dalam ayat hanya diketahui adanya perintah mandi sedangkan cara-cara mandi tidak ada dan diterangkan dalam hadits yang tercantum.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Thaharah merupakan sarana yang dijadikan sebagai ketentuan atau syarat diterimanya ibadah seperti shalat.
Tata cara wudu’ diantaranya : menuangkan air ke telapak tangan dan membasuh telapak tangan itu sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta menghirup dan mengeluarkan air dari hidung,kemudian membasuh mua sebanyak tiga kali, dan membasuh kedua tangan sampai pergelangan sampai tiga kali, kemudian mengusap kepala sekurangnya sebatas ubun-ubun yang beriringan dengan membasuh telinga, kemudian membasuh kedua kaki sampai mata kaki tiga kali.
Tata cara bertayamum yang dicontohkan Rasul SAW. adalah : memukulkan dua telapak tangan ke tanah/debu dan meniup kedua telapak tangan itu, kemudian dengan kedua telapak tangan tadi kita mengusap muka dan dan kedua telapak tangan.
Tata cara mandi janabah, yaitu : membasuh kedua tangannya kemudian berwudhu’ seperti wudhu’ untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jari tangan kedalam air lalu dengan jari-jari itu kita membersihkan tempat tumbuhnya rambut, kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga cedok dengan kedua tangan, kemudian menyiramkan air keseluruh tubuh.
Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat berbagai kekurangan. Sehubungan dengan itu, kritik konstruktif dari pembaca sangat dihargai demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah pemakalah bersyukur atas selesainya makalah ini serta menyerahkan diri kepadaNyaatas segala kekurangan dan kekhilafan yang terdapat didalamnya. Atas semua saran diucapkan terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim
Ibnu Hajar Al-Asqalany, yang diterjemahkan oleh Amiruddin, L.c, 2007, Fathul Baari Jilid 2, Jakarta : Pustaka Azzam.
Kitab Shahih Bukhari jilid 1
Kitab Shahih Muslim jilid 1
Muhammad Fuad Abd Al-Baqi, al-Lu’lu’ wa Al-Marjan, Surabaya : PT. Bina Ilmu.
Ritonga, Rahman dan Zainuddin, 1997, Fiqh Ibadah, Jakarta : Gaya Media Pratama.
Wensick, AJ, 1936, Al-Mu’jam Al-Mufahras Jilid 1, Union Academique Internationale.
Wensick, AJ, 1962, Al-Mu’jam Al-Mufahras Jilid 4, Union Academique Internationale.
Wensick, AJ, 1965, Al-Mu’jam Al-Mufahras Jilid 5, Union Academique Internationale.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar