Jumat, 09 Oktober 2015

HADIS 1 PEMBAHASAN TATA PERGAULAN


BAB II
PEMBAHASAN
HADITS TENTANG TATA PERGAULAN

Hadits Tentang Larangan Ikthilath (Berduaan Dengan Lawan Jenis Tanpa Ada Mahram)

Hadits

حدًّثَنا علئ بنُ عبدالله حدًّثَنا سفيانُ حدَّثَنا عُمَرو عن أبي معبد عن أبني عَبّاس عن النبيّ صلي الله عليه وسلّم قال لا يخلُوَنَّ رجُل بالمرأةِ الّا مع ذى محرم فقام رجلٌ فقال يا رسولوالله امرأتى خرجت حجَّةً واكْتُتِبْتُ فى غَزْوةِ كَذاوكَذَا قال ارجع فحجَّ مع امراتك أطرافه

Terjemahan
Dari ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW bersabda:” janganlah seorang laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah) bersertanya (ada) mahramnya, seseorang berdiri lalu bertanya” Ya Rasulullah Istri saya keluar untuk haji dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu”. Maka Rasulullah berkata “pergilah dan berhajilah bersama istrimu”. (H.R. Buchari)



Asbabul wurud
Selama penelurusan penulis, penulis belum menemukan asbabul wurud hadits mengenai larangan berdua-duaan dengan lawan jenis tanpa ada  mahram.


Syarah hadits
Hadits ini ditakhrij dengan kata “خلو”. Hadits ini menjelaskan larangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan belum resmi menikah. Para ulama telah sepakat bahwa perbuatan seperti itu haram hukumnya. Dalam hadits lain dikatakan bahwa kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkumpul maka yang ketiganya adalah setan. Sehingga sangat memungkinkan mereka melakukan hal-hal yang dilarang oleh syara’. Bahkan dalam hadist lain juga menyatakan, walaupun perempuan itu  karib kerabat dari suami tetap dilarang karena hal itu dianggap sama dengan maut.
Didalam hadits lain mengatakan tidak boleh bermalam seorang laki-laki dengan seorang perempuan kecuali dengan suaminya.
Seandainya ada keperluan dengan wanita yang bukan muhrim, Al-Quran telah mengajarkan yaitu melalui belakang tabir. Sebagai mana yangtertera dala Q.S Al- Ahzab :53.
…        …
“ jika kamu meminta suatu keperluan kepada wanita yang bukan mahram, maka mintalah dari luar dinding”
Hubungan antara hadits dengan ayat ini yaitu sebagai Bayan Taqrir, yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang diterang dalam Q.S al Ahzab: 53 tersebut.
Larangan tersebut dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan antara lawan jenis demi menghindari timbulnya fitnah. dalam kenyataannya negara-negara yang menganut pergaulan bebas, norma-norma hukum dan kesopanan yang merupakan salah satu pembeda antara manusia dan binatang seakan-akan hilang. Hal ini karena kesenangan dan kebebasan dijadikan sebagai rujukan utama. Akibatnya perzinahan merupakan bukanlah sesuatu hal yang aneh lagi, tetapi sudah biasa terjadi bahkan ditempat umum sekalipun. Kalau seperti itu apa bedanya antara manusia dan binatang.
Larangan hadits ini tidak hanya semata-mata membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduan dengan lawan jenis merupakan langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan larangan perbuatan tersebut sebagai langkah preventif agar tidak melanggar norma hukum agama dan yang telah disepakati oleh masyarakat.
Jadi dapat dinyatakan larangan berdua-duaan dengan lawan jenis dalam islam maupun dalam hukum yang dibuat oleh masyarakat sangatlah dilarang tegas, karena dapat menimbulkan fitnah. Terkadang walaupun ada mahramnya masih tetap menimbulkan fitnah atau pergunjingan dari orang lain.






Hadits Tentang Sopan Santun Duduk Dijalan

Hadits
حدّثنى سويدبنُ سعيدٍ. حدَّثنى حفصٌ بنُ ميسَرةَ عن زيدِبنى أسلام, عنْ عطاء بنى يَسرِ, عنْ أبى سعيد الخدرى, عنِ النَبى صلَّالله عليه وسلم قال: اياكم والجُلوسَ في الظُّرقَات, قالوا: يأ رسوالله ما لنا بُدّ من مجالسناَ نتحَدَّثُ فيها, قال رسوالله صلَّالله عليه وسلم , فاءِذاَ أبَيتُم الاّ المجْلِسَ فأعْطُوا الطاريقَ حَقَّه, قالوا : وَما حقّهُ ؟ قال: غَضّ البصير, والنَّهيُ عَنِ المُنْكَر

Terjemahan hadits
Dari abu sya’id al-khudry r.a Rasulullah SAW. Bersabda kamu semua harus menghindari untuk duduk diatas jalan (dipinggir jalan)-dalam riwayat lain, dijalan –mereka berkata, “mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk mengobrol”. Nabi bersabda “jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena itu hanya tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan”. Mereka bertanya apakah hak jalan itu?”, Nabi bersabda,” menjaga pandangn mata berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, mengajak kepada kebaikan”. (HR. Muslim)

Asbabul wurud
Selama penelusuran penulis, penulis belum menemukan asbabul wurud hadits tersebut.

Penjelasan hadits
Selain imam Muslim hadits diatas juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Abu Daud, dan menurut Ad-Dailami hadits tersebut ada pula yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Rasulullah melarang duduk dipinggir jalan, baik di tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon dan lain-lainnya. Larangan tersebut sebenarnya bukanlah pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Ini terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan beragumen bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol, namun rasulullah membolehkan asalkan memberikan hak jalan tersebut.
Hadits diatas mengingatkan orang untuk berusaha menghindari kebiasaan duduk-duduk dipinggir jalan yang di lewati orang, karena perbuatan itu dianggap sebagai gangguan bagi orang lain, jika sulit dihindari maka haruslah memberikan hak jalan itu, yaitu etika yang tinggi yang merupakan bagian dari etika islam yang bermaksud untuk membahagiakan manusia.
 Etika yang dimaksud adalah menutup pandangan mata dari melihat apa yang di haramkan Allah SWT ( pandanag birahi yang menimbulkan hawa nafsu), menahan lidah dari mnyakiti orang atau tangan, mencela atau mencaci maki orang yang lewat, serta sopan santun dengan orang yang lewat, menjawab salam yang menunjukan mereka yang lewat di situ aman dan tenag, dan sekaligus sebagia tanda izin lewat, menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar yang dilarang syari’at agama.

Menmjaga pandangan mata
Menjaga pandangan mata adalah suatu keharusan bagi setiap muslim dan musliamat sesuai dengan firman Allah SWT Q.S. An- Annur:30.
                 
“ katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “hendaklah mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.

Hadits tersebut dengan ayat diatas sebagai Bayan Taqrir, yaitu sebagai penguat terhadap ayat Al-Quran diatas.
Maksud menjaga pandangan disini yaitu menjaga penglihatan mata dari hal-hal yang menimbulkan syahwat atau memandang dengan sengaja pada wanita yang sedang lewat yang bukan muhrim dengan pandangan syahwat, dan juga menjaga pandangan dari hal yang tidak baik.

Tidak Menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang orang yang lewat dengan lisan, seperti mencaci atau menggunjingkan orang yang sedang lewat. Dengan tangan seperti, melmpar dengan batu-batu kecil atau benda apa saja yang dapat membuat orang yang lewat tersakiti atau terlukai, atau perbuatan lainnya yang dapat menyakiti orang yang sedang lewat di jalan tersebut.

Menjawab salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkannya sunnat, oleh karena itu jika ada yang mengucapkan salam ketika kita duduk dijalan hukum menjawabnya adalah wajib.

Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Seandainya ketika kita duduk dijalan dan melihat orang yangberjalan dengan sombong atau sedang mabuk atau memakai kendaraan dengan sangat kencang, diwajibkan menegur dan menasehati dengan cara baik dan bijaksana, jika tidak mampu karena kurang memilki kekuatan untuk itu do’akanlah dalam hati agar orang tersebut sadar atas perbuatannya.
Sebagaimana terdapat dalam Alquran surat Ali-imran : 104
               
“ dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Hadits Tentang Menyebarluaskan Salam
Hadits 

حدَّثَنا هنادٌ. حدَّثنا أبُواالأ حْوصِ عَنِ عطأءبنى السئبِ عَنْ اَبِيه عَنْ عَبْدِالله بْنِ عمر وقال: قال رسوالله صلَّالله عليه وسلم : أعْبُدُ الرَّحْمن, وَ أطِيعُو الطَّمام وأفْشُ السَّلام تَدْخُلُوا الجَنَّةَ بِسَلَام قأل: هذَا حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ


Terjemahan hadits
“Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda” berilah maka dan sebar-kanlah salam, niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (HR. Tirmizi).

Asbabul Wurud
Diriwayatkan dalam Al-jamiul Kabir dari Al-Miqdam bin Syuraih dari Hani dari Ayahnya dari kakeknya, katanya: “Aku telah berkata kepada Rasulullah, Ya Rasulullah suruhlah aku berbuat suatu pekerjaan, maka Rasulullah bersabda” Berilah makan dan teberkanlah salam.....dan seterunya sebagaiman hadits diatas.

Syarahan Hadits
Imam Buchari dan muslim telah meriwayatkan hadits yang serupa dari ibnu umar katanya Rasulullah telah ditanya oleh orang tentang apa iman itu. Jawab beliau “Memberi Makan Orang, dan Mengucapkan Salam”. Dalam riwayat lain pertanyaannya berbunyi” Islam yang bagaiman yang lebih baik”, jawab Rasulullah “Memberi Makan Orang Lain dan Membacaka Salam kepada orang yang engkau kenal dan kepada orang yang tidak engkau kenal”.
Salam merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar sesama muslaim setiap kali pertemuan. Mengucapkan salam menurut para ulam hukumnya sunnat Sunat Mu’kat. Hal ini dipahami dalam Alquran Surat An-Nisa : 86
                  
“apabila ada orang yang memberi hormat (salam) kepada kamu balaslah hormat(salamnya) itu dengan cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan penghormatannya). Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala sesuatu”.

Hubungan hadits dengan ayat diatas adalah sebagai Bayan Taqrir.
Mengucapkan salam tidak hanya disunnahkan ketika bertemu dengan orang yang dikenal saja, namun juga ketika bertemu dengan oarang yang belum dikenal. Dalam hadits lain juga diterangkan siapa yang harus mengucapkan salam pertama kali, yaitu orang yang dalam kendaraan kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kepada oarang yang sedang duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak, selain itu dari yang kecil kepada yang besar. Salam juga disunnahkan mengucapkannya dalam berbagai situasi, seperti ketika memasuki suatu rumah atau meninggalkannya.
Adapun hikmah dalam menyiarkan salam yaitu menumbuhkan rasa saling mencintai dan menyayangi antar sesama muslim dan antar sesama umat manusia sebagai makhluk sosial. Dan kita dilarang mengkhususkan salam kepada salah seorang ketika berombongan karena dapat menimbulkan rasa tidak enak hati kepada yang lainya dan juga diharamkan memberikan salam seperti orang-orang yahudi yang suka menggunakan isyarat baik dengan kepala, badan, dan tangan, seperti merundukkan kepala. Hal itu termasuk perbuatan tercela.
Jadi, menyiarkan salam merupakan amal ibadah yang sangat baik, walaupun hukum mengucapkannya sunnah namun menjawabnya wajib, karena dapat menim-bulkan rasa kasih sayang dan saling mencintai, menghargai, dan menghormati serta dapat mempererat tali persaudaraan antar sesama umat muslim.














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hadits Tentang Larangan Ikthilath (Berduaan Dengan Lawan Jenis Tanpa Ada Mahram) sangat jelas dan tegas dilarang baik dalam Al-quran maupun dalam sunnah, hadits Rasulullah.  Dalam hadits lain dikatakan bahwa kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkumpul maka yang ketiganya adalah setan.
Larangan hadits ini tidak hanya semata-mata membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduan dengan lawan jenis merupakan langkah awal terhadap terjadinya fitnah.
Hadits Tentang Sopan Santun Duduk Dijalan.  Rasulullah sangat melarang duduk dipinggir jalan, baik di tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon dan lain-lainnya. Larangan tersebut sebenarnya bukanlah pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Hadits diatas mengingatkan orang untuk berusaha menghindari kebiasaan duduk-duduk dipinggir jalan yang di lewati orang.
Haditst tentang menyebarluaskan salam merupakan suatu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar sesama muslaim setiap kali pertemuan. Mengucapkan salam menurut para ulam hukumnya sunnat Sunat Mu’kat.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami selaku pemakala menyadari bahwa selama pembuatan makalah ini adanya kesalahan dan kekilafan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari dosen dan pembaca.                          
DAFTAR PUSTAKA

Al-quran Nulkarim
Rachmat Syafe’i, alhadits ,(Bandung: Pustaka Setia, 2003)
Sohari.dkk, Hadits Tematik, (Jakarta:Diadit Media 2006)
Ibnu Hamzah Al-husaini al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul wurud (terjemahan) jilid 2. Kalam mulia,








1 komentar:

  1. Assalamuallaikum
    saya mau bertanya. tentang syarahan hadis sopan santun dan duduk di jalan itu sumbernya dari mana ?

    BalasHapus