Sabtu, 10 Oktober 2015

ULUMUL QUR.AN PEMBAHASAN TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH

TAFSIR,TA’WIL DAN TERJEMAH

Pendahuluan
Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Setidaknya itulah yang diindikasikan oleh surat al Baqarah ayat 185. Di samping itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al Qur`an sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dengan media malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al Qur`an dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan kesucian al Qur`an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah ‘azza wa jalla sehingga kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana.

Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
PengertianTafsir,ta’wil dan Terjemah
tafsir
Pengertian tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il” berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengukuti wazan “daraba-yadribu” dan “nasara-yansuru”. Dikatakan “fasara-yasfiru, fasran”, dan “fasaharu” artinya “abanabu” (menjelaskan). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai atri menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul ‘Arab dinyatakan: kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan makna kata “al-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil, pelik. Dalam al-Qur’an dinyatakan: وَﻻَيَٵْتُوْنَكَ بِمَثَلٍ إِلاً جِنْسَاكَ بِالْحَقَّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيْرًا 
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Maksudnya, “paling baik penjelasan dan perinciannya”. Diantara kedua bentuk kata itu adalah al-fsr dan at-tafsir, kata at-tafsir (tafsir) lah yang paling banyak dipergunakan.
Sebagian ulama berpendapat, kata “tafsir”(fasara) adalah kata kerja yang terbalik, berasal dari kata “safara” yang juga berarti menyingkapkan (al-kasyf). Kata-kata: الْمَرْ أَۃُسُفُوْرًا سَفَرَتِ berarti, perempuan itu menanggalkan kerudung dari mukanya. Ia adalah “safirah” (perempuan yang membuka muka). Kata-kata:الصُّبْحُ أَسًفَرَ artinya waktu subuh telah terang. Pembentukan kata “al-fasr” menjadi bentuk “taf’il” (yakni tafsir) untuk menunjukkan arti taksir (banyak, sering berbuat). Missal firman Allah :  يُذَبِّحُوْنَ أَبْنَاءَكُم ( mereka banyak menyembelih anak laki-laki kamu), (al-Baqarah [12]:23).
Tafsir menurut istilah, sebagaimana di definisikan Abu Hayyan ialah: “ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hokum-hukumnya baik ketika bardiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.
Kemudian Abu Hayyan menjelaskan secara rinci unsur-unsur definisi tersebut sebagai berikut: kata-kata “Ilmu” adalah kata jenis yang meliputi segala macam ilmu. Yang membahas tentang cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, mengacu kepada ilmu qira’at. Petunjuk-petunjuknya adalah pengertian-pengertian yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz itu. Ini mengacu kepada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu tafsir ini. Kata-kata “hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun’, meliputi ilmu saraf, ilmu I’rab, ilmu Bayan dan ilmu Badi’. Kata-kata “makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun’, meliputi pengertiannya yang hakiki dan majazi: sebab suatu susunan kalimat (tarkib) terkadang menurut lahirnya menghendaki suatu makna tetapi untuk membawanya kelahir itu terdapat penghalang sehingga tarkib tersebut mesti dibawa kemakna yang bukan makna lahir, yaitu majaz. Dan kata-kata “hal-hal yang melengkapinya”, mencakup pengetahuan tentang naskh, sebab nuzun, kisah-kisah yang tewrdapat menjelaskan sesuatu yang kurang jelas dalam al-Qur’an dan lain sebagainya.
Menurut az-Zarkasyi, tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hokum dan hikmahnya.
Menurut Abu Hayyan, tafsir, secara terminologis merupakan ilmu yang membahas tentang metode mengucapkan lafazh-lafazh al Qur`an, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dari makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun dari hal-hal yang melengkapinya.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapat didalam al-Qur’an.
 Kedudukan Tafsir
 Tafsir ialah ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah kalaam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya, bahwa jadi tujuannya ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada kebahagiaan yang hakikat atau sebenamya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya ialah, karena setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam Kitab Allah SWT.
Pembagian Tafsir
 Tafsir bi al-ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in. Dalam pertumbuhannya, tafsir bil ma’tsur menempuh tiga periode, yaitu:
 Periode I, yaitu masa Nabi, Sahabat, dan permulaan masa tabi’in ketika belum tertulis dan secara umum periwayatannya masih secara lisan (musyafahah).
 Periode II, bermula dengan pengodifikasian hadits secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abd Al-Aziz (95-101). Tafsir bil Ma’tsur ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits dan dihimpun dalam salah satu bab-bab hadits.

 Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab Tafsir bil Ma’tsur yang secara khusus dan berdiri sendiri.
Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.

 tafsir bi al-dirayah atau disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y
 Cara penafsiran bil ma’qul atau lebih populer lagi bir ra`yi menambahkan fungsi ijtihad dalam proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang digunakan oleh tafsir bil ma`tsuur. Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada ijtihad dan akal dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip bahasa Arab dan adat-istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya
 Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.
Beberapa kitab tafsir bil ma`tsuur yang terkenal diantaranya tafsir Ibnu Abbas dengan judul Tanwiirul Miqbas min Tafsiiri Ibn Abbas, tafsir at Thabari dengan judul Jamii’ul Bayaan fii Tafsiiril Qur`an, tafsir Ibnu ‘Atiyyah dengan judul Muharrarul Wajiiz fi Tafsiiril Kitaabil ‘Aziz, dan tafsir Ibnu Katsir dengan judul Tafsiirul Qur`aanul ‘Azhiim.
Tafsir dengan menggunakan pikiran yang terpuji (mahmudah / maqbul)
Ialah bila tidak bertentangan dengan tafsir maktsuur
Ia berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan satu kait berpikir mengenai kitab Allah.

Dan hal ini sangat dibenci dan tidak di terima oleh para ulama’, seperti yang di sampaikan oleh Ibnu Mas’ud: “akan ada suatu kaum yang mengajak untuk memahami Al-Qur’an, akan tetapi mereka tidak mengamalkannya. Maka wajib bagi kalian untuk mendalami Al-Qur’an, dan menjauhi segala bentuk bid’ah”.
Kitab-kitab tafsir bir ra`yi diantaranya tafsir ar Razi yang berjudul Mafaatihul Ghaib, tafsir Ibnu Hayyan yang berjudul Al Bahrul Muhiit, dan tafsir az Zamakhsyari yang berjudul Al Kasysyaf ‘an Haqaa`iqit Tanziil wa ‘Uyuunil Aqaawiil fii Wujuuhit Tanwiil.


Ta’wil
Secara bahasa, Ta’wil berasal dari kata “aul” yang berarti kembali ke asal. Atas dasar ini maka ta’wil kalam dalam istilah mempunyai dua makna, yaitu:
Ta’wil kalam dengan pengertian sesuatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataannya, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Dan kalam itu kembali dan merujuk kepada makna hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya yang dimaksud. Kalam ada dua macam, yaitu insya’ dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya’ adalah amr (kalimat perintah).
Ta’wil kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya. Jadi yang dimaksud dengan kata “ta’wil’ disini adalah tafsir.

Adapun pengertian ta’wil menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut al-Zurhani
Ta’wil adalah memalingkan satu lafaz dari makna yang dikandungnya, apabila makna alternative yang dipandangnya sesuai dngan ketentuan al-Kitab dan as-Sunnah.
Menurut Ulama Khalaf
Ta’wil adalah mengalihkan suatu lafaz dari makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ta’wil adalah suatu usaha untuk memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat0 al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafaz itu.

Terjemah
Pengertian Terjemah
Kata terjemah dapat dipergunakan pada dua arti, yaitu:
Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa kedalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa sempurna
Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana diatas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lainnya dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya.
Secara lafazh tarjamah dalam bahasa Arab memiliki arti mengalihkan pembicaraan (kalam) dari satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam kitab Lisa al-’Arab:
Yang dimaksud dengan turjuman (dengan menggunakan dhammah) atau tarjuman (dengan fathah) adalah yang menterjemahkan kalam (pembicaraan), yaitu memindahkannya dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Sedangkan pengertian tarjamah secara terminologis, sebagaimana didefinisikan oleh Muhammad ‘Abd al-’Azhim al Zarqani sebagai berikut: Tarjamah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.
Klasifikasi terjemah al-Qur’an
Hukum terjemah Harfiyah
Atas dasar pertimbangan diatas maka tidak seorang pun merasa ragu tentang haramnya menerjemahkan al-Qur’an dengan terjemah harfiyah. Sebab al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkn kepada Rasulul-Nya, merupakan mukjizat dengan lafaz dan maknanya, serta membacanya dipandang sebagai suatu ibadah. Disamping itu, tidak seorang manusia pun berpendapat, kalimat-kalimat al-Qur’an itu juga diterjemahkan, dinamakan pula kalamullah. Sebab Allah tidak berfirman kecuali dengan al-Qur’an yang kita baca dalam bahasa arab, dan kemukjizatan pun tidak akan terjadi dengan terjemahan, karena kemukjizatan hanya khusus bagi al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa arab. Kemudian yang dipandang sebagai ibadah dengan membacanya ialah al-qur’an berbahasa Arab yangh jelas, berikut lafaz-lafaz, huruf-huruf dan tertib kata-katanya.
Hukum terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyah
Menerjemahkan makna-makna sanawi al-Qur’an bukanlah hal mudah, sebab tidak terdapat satu bahasa satu pun yang sesuai dengan bahasa arab dalam dalalah (petunjuk) lafaz-lafaznya terhadap makna-makna yang oleh ahli ilmu Bayan dinamakan khawassut-takbir (karakteristik-karakteristik susunan). Hal demikian tidak mudah didakwahkan seseorang. Dan itulah yang dimaksudkan Zamakhsyari dalam pernyataan diatas. Segi-segi balagah al-Qur’an dalam lafaz atau susunan, baik nakirah dan ma’rifah-nya maupun taqdim dan ta’hir-nya, disebutkan dan dihilangkannya maupun hal-hal lainnya adalah yang menjadi keunggulan bahasa al-Qur’an, dan ini mempunyai pengaruh tersendiri terhadap jiwa.
Perbedaan Tafsir dan Ta’wil
Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antatra tafsir dan ta’wil. Berdasarkan pada pembahasan diatas tentang makna tafsir dan ta’wil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut:
Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya, “ta’wil” dan “tafsir” adalah dua kata yang berdekatan atau sama kamnanya. Termasuk pengertian ini ialah do’a Rasulullah untuk Ibn Abbas: “Ya Allah, berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta’wil.
Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, maka ta’wil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiri dan ta’wil dari khabar adalah esensi suatu yang diberitakan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dan ta’wil cukup besar, sebab tafsir merupakan syarah dan penjelasan bagi suatu perkataan dan penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedangkan ta’wil adalah esensi sesuatu yang berbeda dalam realita (bukan dalam pikiran).
Dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas didalam kitabullah atau tertentu (pasti) dalam sunnah yang sahih karena makna yang telah jelas. Sedangkan dikatakan ta’wil adalah apa yang disimpulkan para ulama. Karena itu sebagian ulama mengatakan, “Tafsir adalag apa yang berhubungan dengan riwayat, sedangkan ta’wil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.
Dikatakan pula tafsir lebih banyak dipergunakan dalam menerangkan lafaz dan mufradat (kosa kata), sedangkan ta’wil lwbih banyak dipakai dalam menjelaskan makna dan susunan kalimat.



















Penutup
Kesimpulan
tafsir adalah suatu usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapat didalam al-Qur’an.
ta’wil adalah suatu usaha untuk memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat) al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafaz itu.
Tarjamah adalah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.

Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta’wil dan terjemah. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA

Anwar Rosihun, ulum Al-Qur’an,Bandung:Pustaka Setia,2012
Hasbi Muhammad, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,Semarang:Pustaka Rizki Putra,1987
M. Yusuf kadar, Studi Al-Qur’an,Jakarta:Amzah,2010
Syadali AhmadRafi’I, Ilum Al-Qur’an II,Bandung:Pustaka Setia,2000
Manna Khalid al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa,1973

Tidak ada komentar:

Posting Komentar